Januari 2020, Tidak Ada Lagi Overstaying Tahanan

Januari 2020, Tidak Ada Lagi Overstaying Tahanan

Jakarta, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, perintahkan jajaran Pemasyarakatan untuk segera menyelesaikan masalah overstaying tahanan. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami, dalam rapat koordinasi Isu Strategis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan Kepala Divisi Pemasyarakatan di Ruang Sahardjo Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rabu (20/11).

“Perintah bapak Menteri kepada kita, 31 Desember 2019 masalah overstaying kelar. 1 Januari 2020 tidak ada lagi pekerjaan yang bunyinya overstaying. Kita harus berani mengeluarkan demi hukum, dengan ketegasan bapak ibu berdasarkan peraturan perundang-undangan,” tegas Utami.

Bahkan Utami mengharapkan pada bulan Januari 2020 data overstaying sudah tidak ada. Untuk mendukung itu, Utami bahkan memerintahkan para Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv PAS) untuk berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya.

“Data dari Direktorat Pelayanan Tahanan dan Lola Basan Baran, sekarang masih ada angka 2257 tahanan overstaying. Bukan hanya A1 A2, atau ada A3 A4 A5. Mungkin saja. Jika tidak ada putusan, atau sedang melakukan upaya hukum tidak ada surat penahanan yang sah, silahkan. Kan sampai A5 ada surat penahananya. Bapak Ibu mohon agak teliti,” ujar Utami.

Isu overcrowding yang terjadi hampir di seluruh lembaga pemasyarakatan (lapas) juga menjadi salah satu isu strategis yang dibahas. Selain masalah overstaying  yang harus diselesaikan pada Desember, masalah overcrowding juga juga harus diselesaikan melalui pemberian hak integrasi Narapidana. Crash Program yang tengah direncanakan sebagai solusi dalam pemenuhan integrasi juga diharapkan segera selesai.

“Soal overcrowding harapan kami Desember selesai terhadap pemberan integrasi yang jumlahnya mencapai kurang lebih 34.395 Narapidana. Itu data hingga 31 Desember 2019. Keputusan terkait pembebasan bersyarat, cuti bersyarat mudah-mudahan kelar di Desember 2019. Masih ada kemungkinan-kemungkinan nanti, memang angkanya tidak absolut,” ungkap Utami.

Utami mengungkapkan terkait perintah Menkumham unuk meningkatkan kerjasama dengan stakeholder dalam rangka meningkatkan keterampilan Narapidana juga menjadi target kinerja yang dibahas. Selain itu masalah rehabilitasi memiliki keterkaitan dengan perintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap peredaran narkoba di lapas/rutan dan keterlibatan pegawai dalam peredaran narkoba.

Adapun keenam perintah Menkumham yang menjadi prioritas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yaitu penanganan overcrowding, penanganan overstaying, meningkatkan koordinasi pengamanan dalam mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban (kamtib) yang bersumber dari dalam maupun dari luar, meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman gangguan kamtib dari luar maupun dari dalam, meningkatkan pengawasan terhadap peredaran narkoba di lapas/rutan dan keterlibatan pegawai dalam peredaran narkoba, serta meningkatkan kerjasama dengan para stakeholder dalam rangka meningkatkan keterampilan Narapidana.

Sementara itu Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi, Yunaedi, mengungkapkan bahwa seringkali terdapat berbagai hambatan dalam penjamin dan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang dilakukan Pembimbing Kemasyarakatan (PK). Crash Program yang diharapkan menjadi salah satu solusi juga memiliki hambatan.

“Salah satu penjamin itu kan instansi pemerintah. Kita instansi pemerintah. PK Balai Pemasyarakatan bisa sebagai penjamin. Tetapi yang diragukan adalah integritas pegawainya. Jangan itu menjadi hambatan proses,” ujar Yunaedi

Rehabilitasi bagi Narapidana kasus narkoba menjadi sorotan. Dana sebesar Rp 68 Miliar digelontorkan untuk pelaksanaan rehabilitasi bagi 21.000 Narapidana. Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, A. Yuspahruddin, menegaskan agar anggaran tersebut tidak dialihkan untuk kegiatan lain. Selain itu anggaran sebesar Rp 24 Miliar juga digelontorkan untuk perawatan kesehata Warga Binaan Pemasyarakatan. Anggaran tersebut digunakan untuk membayar biaya rawat inap di luar lapas/rutan, tenaga kesehatan yang berasal dari luar lapas/rutan dan memberi alat kesehatan habis pakai.

“Program rehabilitasi ini merupakan prioritas nasional. Saya minta kepada seluruh Kadiv PAS agar anggaran itu tidak digeser. Apabila ada pergeseran, dikonsultasikan dan sesuai instruksi Direktur Jenderal. Bisa digeser ke Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan lainnya untuk hal yang sama. Jumlahnya sesuai alokasi di wilayah masing-masing,” ujar A. Yuspahruddin.

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0