Keberhasilan Diversi pada Kasus Tawuran “Perang Sarung”

Keberhasilan Diversi pada Kasus Tawuran “Perang Sarung”

Pada Rabu (29/3), Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Muda Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Tangerang, Rana Lanang Ginanjar, dampingi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam proses Diversi di kepolisian. Selain pihak polisi, PK, Anak pelaku, dan keluarga Anak pelaku, hadir pula tokoh masyarakat, guru, dan tokoh agama. PK tidak hanya memberikan nasihat bagi Anak pelaku, melainkan menunjukkan video dari korban tawuran untuk membuka mata para remaja tersebut agar tidak melakukan tawuran kembali.

Kasus tawuran yang terjadi belum menimbulkan korban dari kedua belah pihak karena dibubarkan oleh masyarakat setempat dan saat ditangkap oleh polisi tidak ditemukan adanya senjata tajam. Oleh karena itu, PK memberikan rekomendasi kembali kepada orang tua. Rekomendasi tersebut disetujui oleh seluruh pihak yang hadir sehingga proses Diversi berhasil dilaksanakan. Pendampingan Diversi tersebut merupakan keberhasilan dari PK Bapas Tangerang dalam menjaga hak ABH.

Para remaja tersebut melakukan perang sarung di daerah Perimeter Utara Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang dan dilakukan saat menjelang sahur. Mereka melakukan perkelahian menggunakan sarung, petasan, dan bambu. Peristiwa tersebut direkam dan diunggah di media sosial sehingga viral.

Tawuran merupakan suatu bentuk tindak pidana karena pada umumnya tawuran melanggar Pasal 170, 351, 355, 358 KUHP yang merupakan bentuk kejahatan, dan Pasal 489 KUHP yang merupakan pelanggaran (Sanjaya, 2012). Pemberian sanksi pidana bagi anak di bawah umur yang melakukan tawuran menghadapkan mereka pada proses hukum.

Tawuran yang melibatkan remaja digolongkan dalam salah satu bentuk kenakalan remaja. Ada dua kategori perilaku anak yang membuat ia bisa berhadapan dengan hukum, yaitu:

  1. Status Offence, yaitu perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah;
  2. Juvenile Delinquency, yaitu perilaku anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa, maka dianggap sebagai kejahatan atau pelanggaran hukum. Bentuk tindakan tawuran ini sudah termasuk dalam bentuk perilaku delinkuensi.

Para remaja tersebut dibawa oleh anggota Kepolisian Resor Bandara Soekarno-Hatta untuk diperiksa. Sebanyak 14 remaja ternyata masih berusia di bawah umur sehingga polisi mengajukan permohonan untuk pendampingan anak di bawah umur kepada Bapas Tangerang. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Pasal 23, yaitu dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh PK atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap anak di bawah umur yang diduga melakukan tindak pidana wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif di mana penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Konsekuensi dari Keadilan Restoratif adalah mengedapankan kepentingan terbaik untuk anak dari pada kepentingan masyarakat.

Para remaja tersebut diduga melakukan tindak pidana penyerangan dan perkelahian secara berkelompok sebagaimana Pasal 358 KUHP. Bunyi Pasal 358 KUHP, yaitu mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam:

  1. Dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;
  2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun jika akibatnya ada yang mati.

Pada kasus anak wajib diupayakan Diversi apabila memenuhi persyaratan, yaitu ancaman pidana di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang SPPA di mana Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pada kasus perang sarung, PK mengupayakan proses Diversi karena kasus tersebut memenuhi persyaratan Diversi, yaitu anak-anak tersebut baru sekali melakukan tindak pidana dan ancaman hukuman dari Pasal 358 kurang dari tujuh tahun.

 

Penulis: Tyas Nisa Utami (PK Pertama Bapas Tangerang)

What's Your Reaction?

like
1
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0