Kepala LPKA Palu Ajak Masyarakat Buang Stigma Negatif terhadap ABH

Kepala LPKA Palu Ajak Masyarakat Buang Stigma Negatif terhadap ABH

Palu, INFO_PAS – Masyarakat, khususnya wilayah Palu, diajak untuk membuang jauh stigma negatif terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) atau Anak Binaan. Pesan ini disampaikan Kepala LPKA Palu, Revanda Bangun, lewat dialog interaktif pada kanal YouTube Radio Republik Indonesia (RRI) Kota Palu, Kamis (24/8).

Tak hanya Kepala LPKA Palu, hadir pula sebagai narasumber, yakni Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Sulawesi Tengah, Idris Y. Min’un, dan Duta Genre Putri Sulawesi Tengah 2023, Tsalonika Kusumawardani, dalam acara yang dipandu oleh penyiar RRI Palu, Nita Surbakti. Dengan tema “Stop Stigma Negatif bagi ABH” dialog ini membahas dampak psikologis pada anak ketika mereka terus-menerus dipandang negatif karena satu kesalahan yang pernah mereka perbuat dan mengupas tuntas faktor-faktor penyebab anak atau para remaja bisa terjerumus dalam tindakan yang menyimpang dari aturan hukum.

Ketika ditanya terkait bagaimana mengubah stigma negatif di masyarakat menjadi positif terhadap ABH, Revanda mengatakan imbauan yang berkelanjutan serta edukasi terkait konsep peradilan pidana anak dan edukasi psikologi anak merupakan kunci agar masyarakat mengerti cara memposikan diri meniliai ABH. Imbauan yang terus-menerus dan edukasi terhadap masyarkat saya kira menjadi poin utama. Menggaet banyak kelompok masyarakat lainnya dan media massa juga menjadi strategi kami untuk membuang stigma ini dari Anak Binaan. Perisakan harus dihentikan karena bukan memperbaiki, justru bisa membuat mereka menjadi lebih buruk ke depannya karena sakit hati dari hinaan dan caci maki,” urainya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Sulawesi Tengah, Idris Y. Min’un, menyebut secara psikologis stigma ini memang berpengaruh pada tumbuh kembang mental seorang anak. “Anak-anak cenderung mencerna bunyi kata yang mereka dengar, bukan maksud di baliknya. Jadi, jangan sampai kata-kata kita yang keluar yang menyakiti hati anak-anak ini karena akan berpengaruh pada kesehatan mentalnya hingga ia dewasa nanti. Bisa membuatnya menjadi orang yang tidak percaya diri, tidak punya prinsip, dan penakut. Anak-anak ini menjadi ABH bukan karena mereka sengaja atau ingin. Jadi, mari rangkul mereka, jangan sudutkan mereka,” ajaknya.

Sementara itu, Tesalonika dari Genre Sulawesi Tengah mengungkapkan lingkungan memainkan peran penting dalam perilaku seorang remaja dan anak. “Lingkungan menjadi faktor penting dalam pola hidup seorang remaja, baik lingkungan rumah sendiri dan teman sebaya. Penting bagi kita menjadi perangkul untuk mereka yang kurang beruntung nasibnya karena lingkungan. Banyak dari mereka yang terjerumus ke arah itu karena lingkungan mereka. Kalau bukan kita, teman sebayanya, yang menarik tangannya, siapa lagi. Kita yang seumuran lah yang harusnya lebih mengerti apa yang mereka rasa,” jelasnya.

Dialong interaktif ini pun ditutup dengan kesimpulan besar di mana peran orang tua, lingkungan, dan edukasi psikologi kepada masyarakat menentukan perubahan stigma di masyarakat kepada ABH. (IR)

 

Kontributor: LPKA Palu

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0