LPKA Palu-IPKI Sulteng Kawal Kesehatan Mental ABH
Palu, INFO_PAS - Memberikan pelayanan kesehatan, baik secara mental maupun fisik, merupakan salah satu hak setiap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Untuk itu, LPKA Kelas II Palu bersama Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPKI) Sulawesi Tengah kawal kesehatan mental ABH.
Bertempat di Ruang Klinik Ceria, Kamis (4/1) Revanda Bangun selaku Kepala LPKA Palu didampingi Kepala Seksi Pembinaan, Ida Bagus, dan Kepala Subseksi Perawatan, John Adrianto, berkoordinasi bersama psikolog Putu Ardika Yana dan orang tua Anak Binaan berinisial MF. Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian LPKA Palu dalam menangani kesehatan mental Anak Binaan yang butuh pendampingan khusus.
Revanda mengatakan pihaknya terus berupaya agar anak tersebut memperoleh penanganan semaksimal mungkin untuk dapat memperbaiki kesehatan mentalnya, namun tetap harus butuh peranan penting dari kedua orang tuanya. “Kami memberikan pembinaan kepada setiap anak di sini untuk menjadikan mereka lebih baik lagi, namun tidak lepas dari peranan orang tua. Untuk itu, kami senantiasa melakukan koordinasi dengan kelurga agar ikut mengawal tumbuh kembang anaknya," terangnya.
Dalam menghadapi kesehatan mental anak, orang tua juga perlu paham jika anak mulai terganggu, berbicaralah dari hati ke hati dengan anak sebagai langkah awal orang tua untuk mengetahui kesehatan mental anaknya. "Ini wujud nyata kepedulian kami dalam memenuhi tumbuh kembang setiap ABH yang dipersiapkan untuk menciptakan generasi berprestasi serta memiliki mental dan jiwa yang sehat," tambah Revanda.
Senada, Putu Ardika Yana selaku psikolog IPKI Sulteng yang mendampingi MF sejak dilakukan penahanan mengatakan dalam memperbaiki perilaku MF, butuh penanganan lanjutan agar ia mampu mengontrol emosi dengan baik. “Dengan memberikan penanganan lanjutan terhadap MF, kita dapat mengatasi dan mengembalikan perilakunya menjadi lebih baik,” jelasnya.
Ke depannya, Putu akan memberikan rekomendasi pengobatan untuk kesehatan mental anak untuk mengembalikan fungsinya untuk berkegiatan, seperti sekolah hingga ke perguruan tinggi. “Stigma minum obat yang selama ini negatif, itu salah, karena berobat merupakan salah satu kebutuhan dan pasien tidak selamanya harus minum obat. Pengobatannya bisa dinolkan dan dihentikan, tergantung kebutuhannya," urainya.
Putu pun memberikan apresiasi terhadap gerak cepat LPKA Palu dalam pemenuhan kesehatan mental ABH. “Kami siap bekerja sama dalam memajukan daerah melalui generasi berprestasi,” janji Putu.
Mendengar penjelasan tersebut, Hj. Sanawiyah selaku perwakilan orang tua ABH mengatakan dirinya akan mendukung dan mengikuti arahan dari psikolog dan LPKA Palu. “Terima kasih atas arahannya. Semoga ke depannya anak kami memiliki kesehatan mental yang lebih baik dan dapat diterima kembali di masyarakat," harapnya. (IR)
Kontributor: LPKA Palu