Membangun Resiliensi Klien Pemasyarakatan Melalui Pembimbingan

Membangun Resiliensi Klien Pemasyarakatan Melalui Pembimbingan

Pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa program Integrasi dan Asimilasi selama pandemi Coronavirus disease (COVID-19) terhadap narapidana dan Anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) seluruh Indonesia demi menjaga hak asasi narapidana. Selama menjalani Asimilasi dan Integrasi, Klien Pemasyarakatan akan berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Hal tersebut akan mempengaruhi kondisi psikologis Klien karena mereka dipaksa untuk menyesuaikan diri dari kehidupan penjara menjadi bebas dan kembali bermasyarakat. Secara umum, kondisi psikologis merupakan keadaan, situasi yang bersifat kejiwaan. Kondisi psikologis melibatkan beberapa aspek, yaitu pikiran (kognitif), emosional (afektif), perilaku (psikomotor), dan fisiologis.

Klien yang kembali ke masyarakat menghadapi berbagai masalah yang kompleks, antara lain transisi dari kehidupan berbasis aturan menjadi kehidupan otonomi, stigma sosial, kesulitan pekerjaan dan tempat tinggal, permasalahan mental, serta kurangnya dukungan dari keluarga (Lynch & Sabol, 2001). Penelitian yang dilakukan Waller (dalam Travis, dkk. 2001) menemukan narapidana yang bebas melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan tentang membangun kembali keluarga, mencari pekerjaan, dan mengelola keuangan. Pandemi COVID-19 juga menambah masalah bagi mereka karena adanya pembatasan sosial membuat mereka kesulitan mencari pekerjaan dan memulai kembali membangun kehidupannya.

Tekanan-tekanan psikologis yang dirasakan membuat Klien kehilangan kepercayaan diri dan merasa rendah diri, bahkan menimbulkan stres karena mereka dituntut untuk memodifikasi kehadiran stimulus lingkungan yang tidak seimbang dan dipaksa menjadi pembiasaan secara fisik (habituasi) dan psikis (adaptasi). Tekanan yang muncul menyebabkan permasalahan kesehatan mental, seperti munculnya perasaan rendah diri, peningkatan kecemasan dan berefek pada perilaku tidak produktif, bahkan bisa mendorong Klien Pemasyarakatan mengulangi tindak pidana.

 

Resiliensi

Seorang Klien Pemasyarakatan dalam menghadapi semua tekanan saat bebas perlu membentengi diri dengan kemampuan resiliensi. Resiliensi berasal dari bahasa Latin, resilire, yang berarti melenting/rebound. Resiliensi adalah kemampuan menghadapi stres, bangkit dari trauma dan kesulitan, memiliki tujuan hidup, serta menghargai diri sendiri dan orang lain. Dengan resiliensi, diharapkan Klien dapat beradaptasi secara positif dan efektif dalam menghadapi kesulitan.  Namun, tidak semua orang memahami bagaimana cara membangun resiliensi sehingga memerlukan bimbingan untuk menjadi resilien.

Terdapat tujuh aspek yang menjadi pembentuk resiliensi individu (Reivich & Shatté, 2002), antara lain:

  1. Regulasi emosi, merupakan kemampuan individu mengatur emosi saat menghadapi masalah dan fokus menyelesaikan masalah. Contohnya, Klien bisa menerima masa lalu Klien sebagai narapidana.
  2. Pengendalian impuls, merupakan kemampuan individu dalam mengontrol dorongan, keinginan, dan tekanan yang muncul dari dalam diri individu itu sendiri. Contohnya, mengontrol diri untuk tidak marah ketika masyarakat menjauhi Klien.
  3. Sikap optimis, sebagai bentuk keyakinan bahwa individu dapat menyelesaikan masalahnya dan melewati kondisi yang terberatnya.
  4. Empati, merupakan kemampuan individu untuk memahami tanda-tanda emosional dan psikologis orang lain. Contohnya, menjaga komunikasi yang baik dengan keluarga dan masyarakat sekitar.
  5. Kemampuan analisis masalah, merupakan kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang dihadapi;
  6. Efikasi diri, merupakan keyakinan bahwa individu bisa sukses dan kembali memiliki kehidupan yang baik, terlepas dari masa lalu.
  7. Peningkatan  aspek  positif, yaitu kemampuan individu memaknai masa lalunya sebagai kekuatan di masa depan. Contohnya, Klien bisa belajar agama dengan baik dan mengembangkan keahlian saat mengikuti program pembinaan.

 

Bimbingan Klien Pemasyarakatan

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) memiliki tugas membimbing Klien Pemasyarakatan agar tidak melakukan pelanggaran hukum kembali dan mendorong mereka untuk berubah dan memiliki hidup yang lebih baik. Saat memberikan bimbingan, PK bisa mengajarkan bagaimana membentuk resilien pada diri Klien. Beberapa cara yang bisa dilakukan kepada Klien, yaitu:

  1. Mendorong keterlibatan keluarga, teman, dan komunitas. Klien diajak untuk melakukan komunikasi yang aktif dan baik terhadap orang-orang di sekitarnya. Dari mereka, Klien bisa mendapatkan dukungan tempat tinggal, dukungan emosional berupa perasaan kasih sayang, dukungan finansial berupa pekerjaan.
  2. Memberikan keterampilan dalam bentuk bimbingan kemandirian dan bimbingan kepribadian. Bimbingan kepribadian melalui seminar yang diberikan psikolog mengubah cara pandang Klien dalam memahami situasinya, menerima masa lalu Klien di dalam  Lapas sebagai pelajaran hidup dan bukan penghalang bagi kesuksesannya di masa depan. Bimbingan kemandirian memberikan dorongan Klien untuk memiliki keterampilan dan mulai berwirausaha.
  3. Mengingatkan untuk selalu merawat diri dengan berolahraga dan beribadah. Olahraga memberikan dampak positif terhadap tubuh karena tubuh lebih bugar dan kesehatan pun terjaga. Ibadah memberikan ketenangan dan kedamaian bagi jiwa. Dengan tenang, membuat otak bisa berpikir jernih dan membantu meregulasi emosi.
  4. Mendorong Klien untuk memiliki efikasi diri yang baik. Efikasi adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk bisa mengatasi situasi saat ini dengan melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Klien pasti memiliki kelebihan yang membantu Klien beradaptasi, namun tidak semua Klien menyadari kelebihan dirinya.
  5. Mendorong Klien untuk meregulasi emosi dan melatih mengendalikan impuls saat menghadapi situasi. Ketika Klien menghadapi situasi yang kurang menyenangkan atau munculnya dorongan atau keinginan dalam diri, Klien harus tetap tenang sehingga bisa menganalisis tindakan atau perilaku yang tepat sebelum mengambil keputusan.

Masa lalu Klien yang berada di Lapas dan stigma yang muncul setelah Klien bebas akan mempengaruhi psikologis dan kehidupan Klien selanjutnya. Klien yang tidak bisa mengatasi permasalahan yang muncul saat bebas bisa memicu Klien untuk mengulangi tindak pidana. Oleh karena itu, PK perlu mendorong Klien untuk memiliki resiliensi diri.  Apabila Klien memiliki resilien, Klien akan memiliki kekuatan untuk bertahan dalam kondisi apapun dan tidak mengulangi tindak pidana. Kemampuan untuk menghadapi tantangan perubahan dan bangkit setelah gagal ini adalah set pemikiran dan perilaku yang dapat dipelajari, dikembangkan, dan diusahakan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan terinternalisasi menjadi karakter.

 

 

Penulis:  Tyas Nisa Utami (PK Bapas Tangerang)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
1
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0