Menakar Efektivitas Pembangunan ZI Menuju WBK dan WBBM

Menakar Efektivitas Pembangunan ZI Menuju WBK dan WBBM

Dewasa kini dalam memandang maupun menyelesaikan permasalahan patologi birokrasi ataupun maldministrasi, pemerintahan telah melakukan banyak kebijakan yang berupaya untuk menciptakan birokrasi yang efektif, efisien, bersih dari KKN, dan akuntabel dalam memberikan pelayanan dan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan (good governance). Dalam upaya tersebut dilakukanlah suatu langkah Reformasi Birokrasi, yakni perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) dari aparatur negara dalam menjalankan roda pemerintahan.

Dalam rangka pengimplementasian dari Reformasi Birokrasi, pemerintah mengambil langkah akseleratif, yaitu dengan mencanangkan program Pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di setiap lingkungan instansi pemerintah yang melahirkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM di Lingkungan Instansi Pemerintah yang meliputi enam area perubahan bidang Manajemen Perubahan, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Penguatan Kualitas Pelayanan Publik. Dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan ZI menuju WBK dan WBBM di Lingkungan Instansi Pemerintah.

ZI adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui Reformasi Birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik menuju WBK, predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan dan penguatan akuntabilitas kinerja, sedangkan menuju WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan kualitas pelayanan publik. Dari penjelasan singkat di atas dapat katakan bahwa Pembangunan ZI WBK/WBBM adalah suatu usaha nyata dan penuh komitmen untuk melakukan reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Banyak satuan kerja yang saat ini tengah gencar dalam melakukan pembangunan ZI menuju WBK/WBBM yang mana hal tersebut diharapkan akan berdampak pada perubahan pola pikir dan budaya kerja dari Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga melahirkan pencegahan tindakan korupsi dan pelayanan publik yang prima. Oleh karenanya, perlu dilihat sejauh mana efektifitas pembangunan ZI menuju WBK/WBBM tersebut dalam mencapai pencegahan tindakan korupsi dan pelayanan publik yang prima.

Efektivitas sebagaimana dikemukakan (LAN RI,1984) adalah mencapai hasil sepenuhnya seperti yang benar-benar diinginkan. Setidak-tidaknya berusaha mencapai hasil semaksimal mungkin. Perubahan pola pikir dan budaya kerja dari ASN sebagai bagian dari manifestasi pencegahan korupsi dan pelayanan publik yang prima merupakan hasil yang memang benar-benar diinginkan dari proses pelaksanaan Pembangunan ZI WBK/WBBM.

Tentu dalam mewujudkan hasil yang diinginkan tersebut membutuhkan sebuah perjuangan dan komitmen penuh dari unsur ASN (mulai dari tataran pimpinan sampai bawahannya). Pimpinan satuan kerja (satker) memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menularkan virus-virus integritas. Dibutuhkan seorang pemimpin yang benar-benar dapat me-manage serta menerapkan kebijakan strategis dalam menciptakan ekologi birokrasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.

Baik buruknya suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh seorang pemimpin. Dengan kepemimpinan yang baik, maka tantangan dan permasalahan yang terjadi dalam suatu organisasi pemerintahan (birokrasi) dapat terselesaikan dengan baik. Sebaliknya kepemimpinan yang buruk, hal-hal yang berkaitan dengan patologi birokrasi (maldministrasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme) akan semakin merajalela. Oleh karenanya, faktor kepemimpinan bisa menjadi kunci keberhasilan atau penyebab kemunduran.

Nomenklatur serta konsep pembangunan ZI menuju WBK/WBBM yang menjadi program akseleratif pemerintah dalam menciptakan good governance menurut hemat saya adalah sebuah konsep yang menuntut komitmen pembaharuan dan memiliki daya kejut yang luar biasa dalam mentransformasikan satker pemerintah menjadi satker berkinerja baik, mencegah tindakan Korupsi serta berorientasi terhadap pelayanan prima.

Richard M. Steers mengatakan efektivitas suatu organisasi tergantung seberapa jauh organisasi tersebut mencapai tujuan sasarannya dengan melihat pada perspektif sistem yang memusatkan perhatiannya pada hubungan antara komponen-komponen baik yang berbeda di dalam maupun yang berada diluar organisasi. Sementara komponen-komponen ini secara bersama-sama mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan organisasi. Dengan kata lain, perpektif sistem ini mencakup tiga komponen dasar, yaitu masukan (input), pengolahan/proses/prosedur kerja (throughput), dan keluaran (output).

Dalam dimensi masukan dapat dilihat dari indikator kebijakan Pembangunan ZImenuju WBK/WBBM dan SDM. Dimensi proses dapat dilihat dari indikator Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan Akuntabilitas, Penguatan pengawasan, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, sedangkan untuk keluarannya dapat dilihat dari indikator bersih dari tindakan korupsi (Indeks Persepsi Korupsi) dan Kualitas Pelayanan Publik (Indeks Kepuasan Masyarakat).

Pada dimensi masukan yang dilihat dari indikator kebijakan Pembangunan ZI menuju WBK/WBBM mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan ZI menuju WBK dan WBBM di lingkungan Instansi Pemerintah, yang meliputi enam area perubahan bidang Manajemen Perubahan, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manjemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja dan Penguatan Kualitas Pelayanan Publik. Dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan ZImenuju WBK dan WBBM di lingkungan Instansi Pemerintah.

Indikator SDM merupakan langkah yang harus disiapkan dalam setiap organisasi atau lembaga untuk memaksimalkan semua kegiatannya. SDM adalah faktor yang penting dalam melaksanakan pembangunan ZI menuju WBK/WBBM. Satker yang sedang dalam proses pembangunan ZI membutuhkan SDM yang cukup dan berkompeten.

Dimensi poses yang dilihat dari indikator Manajemen Perubahan bertujuan mengubah secara sistematis dan konsiten mekanisme kerja, pola pikir serta budaya kerja individu pada satker yang dibangun menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan ZI. Indikator Penataan Tata Laksana bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, dan terukur pada ZImenuju WBK/WBBM. Indikator Penataan Sistem Manajemen SDM bertujuan meningkatkan profesionalisme SDM. Indikator Penguatan Akuntabilitas bertujuan meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja. Indikator Penguatan Pengawasan bertujuan meningkatkan penyelenggaraan organisasi yang bersih dan bebas KKN. Untuk Indikator Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan publik sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.

Pada dimensi keluaran yang dilihat dari indikator bersih dari tindakan korupsi (Indeks Persepsi Korupsi) yang menjadi tujuan sesungguhnya dari proses pembangunan ZI, sementara untuk indikator Kualitas Pelayanan Publik (Indeks Kepuasan Masyarakat) merupakan hasil dari pada komitmen yang kuat dalam memberikan pelayan prima terhadap masyarakat.

Dari penjelasan singkat diatas mendapatkan sebuah hipotesis yang mana apabila benar-benar diimplementasikan dengan baik, maka efektivitas Pembangunan ZI menuju WBK/WBBM akan mempunyai dampak perubahan yang luar biasa terhadap proses penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

 

 

Penulis: Adi Trisanto (Lapas Muara Enim)

What's Your Reaction?

like
2
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
1