Menepis Sepi Menganyam Tikar Ramin

Merajut Masa Depan di Balik Lapas Klas II A Pontianak (1)   Jangan disangka di balik tembok dan jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan, itu hanya ada narapidana yang duduk-duduk termangu menghabiskan hari-hari yang muram. Masuklah dan dengarkan betapa ramainya suara orang-orang yang sibuk di dalam Lapas Kelas II A Pontianak itu. Berbagai kegiatan terkoordinir dilakukan para penghuninya yang tengah kehilangan hak kebebasannya. Ada yang memangkung-mangkung besi, menggergaji kayu, mengetam papan, mencangkul tanah hingga celotehan perempuan tua muda sambil membuat beraneka penganan di dapur. Itulah produktivitas sebuah lembaga pembinaan orang-orang yang lagi tersisih sementara dari masyarakat ramai. “Pomeo yang menyebutkan penjara dengan nama manis Lembaga Pemasyarakatan adalah kampus kejahatan, tak selamanya benar” Hari yang panjang bagi si Codet, begitu saja kita sebut namanya, sudah berubah sejak empat bulan silam. Dia bersama puluhan kawannya setiap hari punya

Menepis Sepi Menganyam Tikar Ramin
Merajut Masa Depan di Balik Lapas Klas II A Pontianak (1)   Jangan disangka di balik tembok dan jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan, itu hanya ada narapidana yang duduk-duduk termangu menghabiskan hari-hari yang muram. Masuklah dan dengarkan betapa ramainya suara orang-orang yang sibuk di dalam Lapas Kelas II A Pontianak itu. Berbagai kegiatan terkoordinir dilakukan para penghuninya yang tengah kehilangan hak kebebasannya. Ada yang memangkung-mangkung besi, menggergaji kayu, mengetam papan, mencangkul tanah hingga celotehan perempuan tua muda sambil membuat beraneka penganan di dapur. Itulah produktivitas sebuah lembaga pembinaan orang-orang yang lagi tersisih sementara dari masyarakat ramai. “Pomeo yang menyebutkan penjara dengan nama manis Lembaga Pemasyarakatan adalah kampus kejahatan, tak selamanya benar” Hari yang panjang bagi si Codet, begitu saja kita sebut namanya, sudah berubah sejak empat bulan silam. Dia bersama puluhan kawannya setiap hari punya kesibukan bergulut dengan kayu. “Kami mengerjakan ini dengan senang hati, tidak hanya mengusir sepi. Kegiatan ini merupakan keterampilan buat kami. Semoga ketika kami keluar dari Lapas ini bermanfaat baik bagi diri sendiri, keluarga maupun orang lain,” tutur Codet yang menyambanginya di bengkel Lapas, pekan lalu. Codet adalah Napi kasus Narkoba yang kesal dengan Kejaksaan dan Pengadilan Mempawah, yang memvonisnya tahun atas kepemilikan obat terlarang tidak sampai satu gram serbuk ekstasi. Dia dan keluarganya sudah lintang pukang mencari upaya agar hukuman lebih setimpal dari kekeliruan hidupnya. Apa daya, jangankan harta uang pun tak punya. Codet yang dilimpahkan dari Mempawah diperkenalkan dengan keterampilan baru, membuat tikar. Bukan merajut tikar pandan atau plastik, tapi menganyam kayu menjadi tikar yang tampak mewah karena dipoles seperti profesional. “Keterampilan ini baru dilaksanakan empat bulan di Lapas. Kami yang dilatih dan kerja buat tikar ini hanya 50 orang,” kata Codet. Dari 659 warga binaan Lapas, hanya 50-60 orang yang menekuni pembuatan tikar berbahan baku kayu ramin (gonystylus bancanus) olahan yang didatangkan dari Desa Wajok. Ini jenis yang di era booming kayu merajai dunia sebagai bahan baku plywood, mebel, dan tripleks. Sedikitnya melalui 13 proses yang dikerjakan narapidana untuk membuat sebidang tikar. Mulai bahan dasarnya berupa pembelahan kayu menjadi reng, kemudian dipertipis lagi dan dipotong kecil-kecil untuk dirajut menjadi tikar. Ada yang meraut, membuat aksesoris dari kayu, bentuk-bentuk hiasan, melubangi, sampai merakitnya menjadi tikar. Kayu di potong-potong menggunakan peralatan konvensional seperti gergaji, yang disiapkan pihak Lapas. Tikar kayu berbahan sengon ini ringan dan indah bila dipoles dengan pernis dengan berbagai pola menarik. Biasanya digunakan sebagai alas atau dudukan perangkat meubel. Atau sebagai penutup lantai porselen agar terlihat lebih artistik. Ini bukan kerja asal-asalah, walaupun amatiran, terlihat mereka focus dan serius bekerjasama agar tak terjadi kesalahan. “Kalau salah, kita harus memulainya lagi dari awal,” kata Napi lainnya. Mereka dibimbing dan diajarkan oleh instruktur yang melakukan pendampingan. Selesai merajut structural tikar dengan rapid an dihaluskan, pekerjaan terakhir adalah pengecatan. Tidak menggunakan kompresor, tapi cukup dengan kuas. Ternyata, dari narapidana yang dijebloskan ke Lapas Klas IIA Pontianak dengan berbagai kejahatan, ada yang punya bakat menjadi pekerja yang baik, tekun dan terampil. “Ya kami memang bekas pelaku kejahatan. Ada yang karena sengaja dan banyak yang tidak sengaja masuk penjara. Jadi ada hikmahnya juga masuk Lapas, kita diberikan kepintaran untuk bekerja sebagai bekal di luar,” kata Napi yang terlihat serius sejak siang. Edi Sunarto, Kepala Seksi Kegiatan Kerja Lapas kelas 2A mengakui kalau pembuatan tikar dari kayu ini baru dimulai empat bulan lalu dengan mendatangkan kayu dari Wajok, Kabupaten Pontianak. “Untuk menyelesaikan selembar tikar makan waktu dua hari. “Seminggu selesai 20 lembar tikar. Untuk premi yang di bayarkan kepada warga binaan kisaran Rp35 ribu-Rp60 ribu per minggu. Premi itu agar mereka senang mengerjakannya dan semangat,” kata Edi. Dari bakat atau potensi yang mereka miliki diharapkan menjadi bekal bagi mereka sekeluar dari bangunan bertembok tinggi berpagar kawat berduri. Dulunya di dunia bebas adalah penganggur, tukang berkelahi, pelanggar hukum, perlahan berubah sesuai karakter dan kadar kesadaran masing-masing. “Ini bekal untuk masa depan kalau keluar dari Lapas. Kalau kita tak diterima bekerja kan keterampilan ini bisa jadi modal menyambung hidup keluarga,” kata seorang warga binaan dengan sorot mata penuh harapan. (Bersambung). Sumber  :rkonline.id

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0