Penanganan Overstaying hingga Optimalisasi Pengelolaan Rupbasan Jadi Fokus Ditjenpas
Jakarta, INFO_PAS – Overstaying atau kondisi di mana tahanan harus menjalani masa penahanan lebih lama karena status hukum yang tidak jelas menjadi salah satu masalah yang kerap dihadapi Pemasyarakatan. Untuk itu, dengan semangat Back to Basics, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) memberikan bantuan hukum melalui litigasi, penyuluhan hukum, dan konsultasi hukum bagi para tahanan untuk menangani overstaying.
Ditjenpas mencatat, hingga 30 September 2021, terdapat 6.735 tahanan yang mengalami overstaying. Keadaan ini berpotensi meningkatkan kerugian negara. Selain itu juga dapat menunda pemenuhan hak-hak narapidana dalam memperoleh Remisi, Cuti Bersyarat, Pembebasan Bersyarat, Asimilasi, dan hak lainnya. Pada kondisi yang lebih parah, keadaan ini dikhawatirkan dapat mencederai pemenuhan hak asasi manusia bagi para tahanan.
Pada Rapat Kerja Teknis Pemasyarakatan di Jakarta, Kamis (7/10), Direktur Pelayanan Tahanan dan Pengelolaan Benda Sitaan (Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran) Ditjenpas, Budi Sarwono, mengatakan ketentuan penahanan telah tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Untuk itu, ia menginstruksikan Kepala Rumah Tahanan Negara untuk tidak menerima tahanan jika tidak memenuhi hal-hal yang telah diatur dalam undang-undang tersebut, pun tidak memiliki surat penahanan yang sah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.
Pada kesempatan tersebut, Budi juga menyampaikan tata cara penanganan tahanan yang habis masa tahanan hingga pengeluaran tahanan demi hukum yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 14 Tahun 2011. “Untuk mengurai persoalan overstaying, penyelenggaraan Pemasyarakatan diharapkan memaksimalkan tiga regulasi terkait yang ada,” ujarnya.
Selain overstaying, Budi menyoroti penguatan pengelolaan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Menurutnya, pengelolaan Rupbasan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia selama ini belum optimal. Padahal, Rupbasan memiliki potensi yang luar biasa.
Saat ini, di 64 Rupbasan yang ada, terdapat total 289.590 basan baran yang terdiri dari 60.059 basan dan 229.531 baran. Nilainya juga luar biasa, yaitu mencapai Rp454.751.222.688 (data per September 2021). “Untuk mengoptimalkan potensi ini, kita harus melakukan penguatan tugas dan fungsi pengelolaan basan baran,” lanjut Budi.
Penguatan ini dapat dilakukan dengan penguatan aspek regulasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pengaturan kewenangan, pengalokasian anggaran, penyediaan sarana prasarana, serta peningkatan koordinasi antarinstansi. “Pengelolaan Rupbasan harus dilakukan dengan serius karena Rupbasan berperan penting menjamin dan melindungi hak kepemilikan atas benda milik korban yang disita penyidik untuk dijadikan barang bukti di pengadilan sampai adanya putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap,” jelasnya. (afn)