Penyelesaian Perkara Anak di Luar Proses Persidangan dalam Perkara Kekerasan terhadap Anak

Penyelesaian Perkara Anak di Luar Proses Persidangan dalam Perkara Kekerasan terhadap Anak

Masih sering terjadi, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang mayoritas adalah perkara kekerasan terhadap anak dengan melakukan tawuran. Padahal sudah sering dalam pemberitaan, baik dari media online maupun televisi, membahas anak-anak yang sering diamankan akibat perbuatannya melakukan tawuran. Namun, masih saja terjadi aksi yang dilakukan anak-anak dalam melakukan tawuran yang sebenarnya tidak ada permasalahan sebelumnya. Hanya karena ingin membuat akun media sosial mereka terkenal, lalu melakukan hal-hal yang tidak memikirkan dampak yang terjadi akibat perbuatan yang dilakukannya. Untuk itu, pentingnya peran Aparat Penegak Hukum (APH) maupun pemerintah untuk membenahi dan memberikan edukasi terhadap anak-anak untuk mengurangi tingkat pelanggaran hukum dan hal lain yang dapat menimbulkan mereka terlibat dalam tindak pidana karena anak merupakan aset masa depan keluarga, bangsa, dan negara

Tidak semua ABH harus berakhir dengan pidana penjara sehingga memerlukan perlindungan dan kesempatan berkembang dengan prinsip terbaik bagi anak tanpa mengabaikan proses hukum sebagai negara yang berdasarkan hukum karena perampasan kemerdekaan dan pemidanaan hanya sebagai upaya terakhir. Selain itu, penyelesaian perkara anak dapat dilakukan di luar proses persidangan dengan melakukan mediasi. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Selain itu, penyelesaian perkara dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana yang disebut diversi bertujuan mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab terhadap anak yang disebutkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam upaya diversi, beberapa asas yang perlu menjadi pertimbangan, yaitu mengutamakan kepentingan terbaik untuk anak, mengutamakan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, nondiskriminasi, serta menghargai pendapat anak. Musyawarah memiliki tujuan agar suatu masalah dapat dipecahkan jalan keluarnya dan sebisa mungkin tidak merugikan orang lain serta mengambil jalan yang adil. Arti musyawarah itu sendiri dalam musyawarah diversi pada dasarnya memiliki kesamaan makna dengan musyawarah pada umumnya, yakni pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah bersama.

Sementara itu, diversi secara singkat dapat dipahami sebagai pengalihan perkara pidana ke luar proses peradilan. Tidak kalah pentingnya mengenai diversi ini adalah berkaitan dengan kesadaran masyarakat. Sampai seberapa jauh memiliki pemahaman terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi sehingga ketika proses diversi dilakukan ada kesamaan pandangan. Bukan berorientasi untuk melakukan pembalasan, tetapi menemukan keadilan yang bisa disepakati dengan tetap memperhatikan kepentingan anak untuk bisa menatap masa depannya tanpa terbebani dengan masalah hukum yang pernah dialaminya.

Peran APH dalam menangani masalah anak, yang salah satunya Pembimbing Kemasyarakatan (PK), melakukan pendampingan dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, hingga post adjudikasi. PK nantinya akan lebih memegang peranan penting dalam penerapan Restoratif Justice. Tidak hanya untuk perkara anak, namun juga untuk semua perkara yang saat ini sudah disahkan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nomor 1 Tahun 2023. Ke depannnya, peran APH dapat memberikan edukasi terhadap anak-anak dengan mendatangi sekolah-sekolah sebagai langkah untuk mengurangi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak.

Pemulihan terhadap psikologi ABH, baik anak pelaku maupun anak korban, juga penting untuk dapat menghilangkan rasa trauma dikarenakan perkembangan otak remaja belum sempurna sehingga seringkali mereka salah dalam melakukan pengambilan keputusan karena tidak memikirkan efek jangka panjang pada setiap tindakan yang mereka lakukan. Dalam kasus anak-anak, biasanya tayangan yang tidak sesuai dengan usia, mereka akan menerimanya mentah-mentah tanpa proses penyaringan untuk ide atau bersikap kritis terhadap tayangan tersebut. Tak jarang beberapa kasus kriminal dipicu atau diawali dengan meniru tindakan di layar kaca atau di media sosial. Orang tua maupun orang dewasa harus memberikan contoh baik dan positif terhadap anak-anak untuk melakukan sebagaimana seusianya. Pentingnya peran orang tua dan orang dewasa sebagai role model adalah agar anak-anak terhindar dalam melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan pelanggaran hukum di kemudian hari.

 

Penulis: Djoni Praptomo (PK Muda Bapas Kelas I Tangerang)

What's Your Reaction?

like
1
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0