Revitalisasi Pengelolaan Basan Baran, Upaya Strategis Tingkatkan PNBP dan Kepastian Hukum

Revitalisasi Pengelolaan Basan Baran, Upaya Strategis Tingkatkan PNBP dan Kepastian Hukum

Jakarta, INFO_PAS – Upaya strategis dalam revitalisasi pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan negara (lola basan baran) terus dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS). Hal tersebut diimplementasikan dengan diselenggarakannya Focus Group Discussion (FGD) tentang Revitalisasi Lola Basan Baran di Ruang Rapat Sahardjo, Ditjen PAS, Senin (10/2).

Di kesempatan tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami mengatakan bahwa saat ini di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara (Rupbasan) terdapat banyak barang yang sudah tidak memiliki nilai.

“Saya berharap dengan revitalisasi lola basan baran akan memberikan manfaat bagi negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” tutur Utami saat memberikan pengarahan dalam FGD tersebut.

Utami menyebut kondisi rupbasan saat ini memiliki nilai aset sebesar Rp 528 miliar. Angka tersebut berdasarkan data pada Sistem Database Pemasyarakatan (SDP). Ia juga mengungkapkan perlunya penelitian secara mendalam dari Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM (Balitbangkumham) sebagai bahan rekomendasi penyelesaian persoalan yang ada.

“Semangatnya memulihkan kerugian negara dan memperjuangkan tuntutan dan harapan publik. Adanya peluang untuk efisiensi, memodernisasi rupbasan, peluang untuk mengubah regulasi. Itu semua bisa dilakukan, kenapa tidak kita mulai untuk merevitalisasi pengelolaan basan baran,” ungkap Dirjen Pemasyarakatan perempuan pertama di Indonesia itu.

Rupbasan menjadi isu yang hangat diperbincangkan beberapa waktu terakhir, khususnya terkait persoalan turunnya nilai manfaat dari benda dan barang yang disimpan di dalamnya. Secara regulasi pengelolaan basan baran telah diatur dalam Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Peraturan Pererintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP dan termaktub juga dalam Permenkumham Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Revitalisasi Pemasyarakatan.

Senada dengan Utami, Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Ibnu Chuldun  menuturkan bahwa persoalan rupbasan berkutat dimasalah authority atau kewenangan. Menurutnya, yang perlu difokuskan adalah menyudahi persoalan itu, lakukan pembenahan bersama untuk kepentingan negara. Dengan begitu, dapat difokuskan pada peningkatan PNBP dan nilai barang yang dikelola seminimal mungkin berkurang.

Lebih lanjut, Direktur Pelayanan Tahanan dan Pengelolaan Basan Baran, Heni Yuwono mengatakan saat ini ada 64 Rupbasan yang ada di Indonesia. Ia juga menyebut dari 64 Rupbasan tersebut, baru 42% yang tanahnya milik Kementerian Hukum dan HAM, sisanya pinjam pakai, sewa pakai, dan milik pemerintah daerah.

Atas kondisi tersebut, Heni menuturkan perlu adanya upaya bersama untuk mendorong dan melakukan pembenahan Rupbasan. Perlu dilakikan optimalisasi dan revitalisasi sehingga rupbasan bukan hanya sebagai gudang, namun dapat bermanfaat bagi negara.

“Persoalan yang ada di rupbasan bukan hambatan bagi kami, namun akan menjadi tantangan bagi kami. Tantangan tersebut akan kami jadikan peluang, itu semangatnya,” pungkas Heni.

Dalam FGD tersebut, Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Balitbangkumham, Aman Riyadi, mengungkapkan persoalan menurunnnya nilai dari barang tersebut bukan Rupiahnya, namun harus lebih diperhatikan dari sisi penegakan hukum dan perlindungan HAM.

Menanggapi persoalan tersebut, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Dhahana Putra, mengusulkan perlu adanya politik hukum, perlindungan hukum dan kepastian hukum. Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Center for Detention Studies, Ali Aranoval, dan Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Aset Negara (Formapan), Sahat F. Aritomang.

What's Your Reaction?

like
2
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0