Tingkatkan Kualitas Layanan Penyandang Disabilitas, Ditjenpas Gelar Bimtek bagi Petugas

Tingkatkan Kualitas Layanan Penyandang Disabilitas, Ditjenpas Gelar Bimtek bagi Petugas

Jakarta, INFO_PAS – Jajaran Pemasyarakatan di seluruh Indonesia terus berbenah meningkatkan kualitas pelayanan publik. Peningkatan kualitas layanan ini juga menyasar Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan masyarakat umum dengan keterbatasan (penyandang disabilitas). Untuk itu, pada Kamis (18/11) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) gelar Bimbingan Teknis Online Petugas Pemasyarakatan tentang Penyelenggaraan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan.

Kegiatan ini digelar sebagai tindak lanjut Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan (SE Dirjenpas) Nomor: PAS-27.HH.01.04 tentang Perlakuan dan Penangan terhadap Penyandang Disabilitas Mental dan Intektual di UPT Pemasyarakatan. Sebelumnya, telah diterbitkan SE Dirjenpas Nomor: PAS-18.HH.01.04 Tahun 2020 tentang Pembentukan ULD pada UPT Pemasyarakatan di seluruh Indonesia yang disusul dengan Keputusan Dirjenpas Nomor: PAS-169.OT.02.02 Tahun 2020 tentang Buku Pedoman Pembentukan ULD di UPT Pemasyarakatan disertai dengan video tutorial pelembagaan ULD.

“Meskipun telah dilakukan sosialisasi kepada seluruh kantor wilayah dan UPT, bimbingan teknis tetap harus dilakukan agar Pemasyarakatan dapat mengikuti pedoman ULD dengan baik,” ujar Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi Ditjenpas, Muji Rahardjo.

Kegiatan kali ini merupakan bimbingan teknis tahap kedua yang diikuti 50 petugas Pemasyarakatan dari total 200 petugas Pemasyarakatan yang ditargetkan. Melalui pelatihan ini, diharapkan petugas dapat memahami paradigma disabilitas, memiliki pengetahuan penyelenggaraan ULD di UPT Pemasyarakatan, dan memiliki keterampilan memberikan perlakuan kepada penyandang disabilitas.

“Setelah pelatihan, diharapkan petugas Pemasyarakatan mampu menyelenggarakan ULD sesuai pedoman dan makin responsif dalam memberikan pelayanan terhadap WBP, baik narapidana, tahanan, maupun Anak penyandang disabilitas. Tujuannya agar WBP penyandang disabilitas memperoleh perlakukan sesuai kebutuhannya,” tambah Muji.

Bimbingan teknis kali ini menghadirkan tiga fasilitator, yaitu Aktivitas Penyandang Disabilitas, Cucu Saidah; Direktur Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti; dan Peneliti Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Despan Heryansyah.

Cucu Saidah mengatakan prinsip utama dari layanan disabilitas adalah menghilangkan hambatan agar hak semua orang terpenuhi. “Layanan disabilitas tidak cukup hanya dengan adanya bidang landai untuk kursi roda, dua pegangan, toilet khusus, tulisan braille, atau pengumuman dengan menggunakan audio, visual, dan taktual, tetapi jauh lebih kompleks daripada itu semua,” ucapnya.

Menurutnya, setidaknya terdapat delapan prinsip pemenuhan hak disabilitas, yaitu penghormatan terhadap martabat dan otonomi individu, tidak diskriminasi, partisipasi penuh dan efektif di tengah masyarakat, serta menghormati dan menerima bahwa penyandang disabilitas sebagai bagian dan keberagaman dan kebhinekaan. Tak kalah penting memastikan kesetaraan kesempatan, memastikan aksesibilitas, kesetaraan gender, serta menghormati perkembangan anak dengan disabilitas dan haknya untuk mendapat identitas.

Sementara itu, Yeni Rosa Damayanti menegaskan penyandang disabilitas bukan hanya mereka yang memiliki keterbatasan fisik, melainkan juga gangguan mental yang disebut sebagai disabilitas mental dan intelektual. Namun, hanya orang-orang yang mengalami gangguan jiwa dalam waktu yang cukup lama dan telah mengakibatkan hambatan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dimasukkan pada kategori tersebut.

“Apabila ada WBP yang menunjukkan gejala gangguan mental, konsultasikan yang bersangkutan ke layanan kesehatan agar dapat treatment terbaik, baik secara medis atau konsultasi dengan psikolog/konselor,” tuturnya.

Meski kerap dianggap sebagai pembuat onar dan kegaduhan, Yeni meminta petugas menghilangkan stigma terhadap penyandang disabilitas mental. “Tak semua kegaduhan disebabkan oleh penyandang disabilitas mental. Banyak kok WBP yang sehat jasmani dan rohani justru senang membuat onar. Jadi, perlakukan mereka dengan baik, tentunya butuh pendekatan khusus,” pesannya.

Bimbingan teknis kali ini ditutup dengan paparan dan diskusi tentang etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas, tata kelola sumber daya manusia, dan sarana prasarana bagi penyandang disabilitas. Dipimpin oleh Despan Heryansyah, diskusi berlangsung sangat interaktif dan membangun. (afn)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0