Batik Lintas Lima, Empat Daun yang Hidupkan Kreativitas dan Warisan Bangsa
Jakarta, INFO_PAS - Batik Lintas Lima, karya Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, lahir dari ruang terbatas namun menghadirkan nilai budaya yang bermakna. Empat daun menjadi lambang arah, sementara nama Lintas Lima dimaknai sebagai simbol batas dan harapan. Dengan batik sebagai warisan bangsa, karya ini menunjukkan bahwa kreativitas tetap dapat tumbuh dan memberi kontribusi nyata bagi pelestarian budaya.
Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Wachid Wibowo, menegaskan bahwa Batik Lintas Lima bukan sekadar produk biasa, melainkan produk berharga yang mengajarkan banyak hal bagi Warga Binaan.
“Tempat yang sering dipandang sebagai ruang pelanggaran, justru menjadi ruang pelestarian nilai luhur budaya. Batik Lintas Lima adalah bukti nyata bahwa kreativitas tetap hidup meski dalam keterbatasan,” tegasnya, Rabu (17/12).

Produk Batik Lintas Lima hadir dengan motif khas Jakarta seperti bunga pinang lotus, bambu, ondel-ondel, dan Monas. Motif-motif ini tidak hanya memperkuat identitas lokal, tetapi juga menegaskan batik sebagai bagian dari kebanggaan nasional yang terus hidup dan relevan. Setiap helai batik yang dihasilkan Warga Binaan bukan sekadar kain, melainkan karya yang membawa pesan budaya dan nilai sosial.
Salah satu Warga Binaan, SB, merasa bahwa Batik Lintas Lima memberikan peluang untuk meningkatkan keterampilannya selama masa pidana. Melalui program pembinaan ini ia dapat mengasah kemampuan secara lebih terarah sekaligus berkontribusi dalam memperkenalkan budaya.
“Lapas Cipinang memberikan saya peluang dalam memperdalam keterampilan membatik dengan lebih disiplin. Selain menambah pengalaman, karya batik yang saya dan teman-teman hasilkan, juga dapat menjadi cara untuk mengenalkan budaya kepada masyarakat,” ungkapnya.
Kepala Bidang Kegiatan Kerja, Irdiansyah Rana, menjelaskan bahwa keberadaan Batik Lintas Lima tidak hanya menjadi salah satu program peningkatan kemandirian Warga Binaan, tetapi juga bukti nyata hasil pembinaan yang dapat ditunjukkan melalui partisipasi dalam pameran. Ia menekankan bahwa program ini telah membuka ruang kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Yayasan Batik Indonesia, sehingga Warga Binaan berkesempatan memproduksi aneka ragam motif batik.
“Melalui Batik Lintas Lima, kami ingin menunjukkan bahwa pembinaan bukan sekadar teori, tetapi menghasilkan karya nyata. Dengan ikut serta dalam pameran, Warga Binaan dapat memperlihatkan keterampilan mereka sekaligus mengenalkan budaya batik kepada masyarakat,” ungkapnya.
Dengan hadirnya Batik Lintas Lima, Lapas Cipinang menunjukkan komitmen untuk menjadikan pembinaan sebagai ruang warisan budaya yang hidup dan produktif. Inovasi ini sekaligus mendukung agenda nasional dalam menjaga batik sebagai warisan tak benda yang diakui dunia, serta memperkuat kebanggaan bangsa terhadap karya asli Indonesia. Batik Lintas Lima menegaskan bahwa pelestarian budaya adalah tanggung jawab bersama, di mana Warga Binaan dapat mengambil bagian dalam menjaga identitas bangsa melalui karya yang bernilai.
Program ini sejalan dengan 13 Program Akselerasi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, khususnya poin penguatan dan peningkatan pendayagunaan Warga Binaan untuk menghasilkan produk UMKM. Dengan demikian, pembinaan kepribadian di Lapas Cipinang tidak hanya berorientasi pada perubahan individu, tetapi juga menjadi bagian nyata dari transformasi pemasyarakatan yang produktif, humanis, dan berorientasi pada reintegrasi sosial. (afn)
Kontributor: Humas Lapas Cipinang
What's Your Reaction?


