Dirjenpas Usulkan Treatment Khusus Penanganan Pelanggar Hukum di Lapas

Dirjenpas Usulkan Treatment Khusus Penanganan Pelanggar Hukum di Lapas

Jakarta, INFO_PAS – Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Reynhard Silitonga, usulkan perlu ada treatment khusus terkait penanganan para pelanggar hukum yang sedang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Usul ini disampaikan Dirjenpas pada Focus Group Discussion (FGD) bertema “Beban Pemasyarakatan Akibat Sanksi Pidana Penjara” yang diselenggarakan Universitas Kristen Indonesia (UKI) secara virtual, Jumat (10/12).

Reynhard juga menyampaikan kondisi Lapas sudah sangat sesak di mana jumlah penghuni saat ini mencapai 271 ribu, namun kapasitas yang tersedia hanya 132 ribu. “Andaikan sebuah kapal yang diisi dengan muatan yang lebih, maka dapat dipastikan kapal tersebut akan oleng kanan dan kiri, bahkan mungkin bisa tenggelam ke dasar lautan,” ujarnya.

Hal ini juga terjadi pada kondisi hunian narapidana pengguna narkoba, yakni mencapai 142 ribu. “Jika seluruh Lapas diisi dengan seluruh narapidana narkoba, maka masih overcrowded karena kapasitas seluruh Lapas hanya 132 ribu, sementara penghuni narkotika mencapai 142 ribu narapidana,” tegas Reynhard.

Lebih lanjut, Dirjenpas mengatakan seluruh proses peradilan merupakan tanggung jawab bersama, yakni Aparat Penegak Hukum (APH) dan masyarakat, baik dari proses penyidikan, penuntutan, pengadilan, hingga pelaksanaan pidana di Lapas. “Jangan dibebankan kepada Pemasyarakatan saja,” tambahnya.

Sementara itu, Guru Besar Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo, yang menjadi salah satu narasumber dalam FGD ini menyampaikan problematika yang dihadapi Pemasyarakatan saat ini sudah sangat kompleks, baik dari segi internal maupun eksternal organisasi. Harkristuti menjabarkan permasalahan dari segi internal, yakni mulai dari kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat terbatas dan masih rendahnya kapasitas SDM, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini tentu akan berdampak pada penanganan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas.

“Kondisi overcrowded di Lapas sudah menjadi masalah yang dihadapi seluruh petugas,” ujar Harikristuti.

Menurutnya, langkah ke depan bagi Lapas adalah dengan mengusulkan treatment khusus bagi kelompok rentan dan kelompok penyiksaan sehingga penanganan pelaku kejahatan tidak melulu diserahkan ke Lapas. Selain itu, dari segi eksternal Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) perlu melakukan konsolidasi dan kolaborasi terkait alternatif pemidanaan dengan APH terkait sehingga penanganan pelaku pelanggar hukum dapat diatasi tanpa selalu melibatkan Lapas sebagai tempat akhir dari proses peradilan pidana.

“Ditjenpas saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan over kapasitas. Perlu kerja sama dan kolaborasi sejumlah pihak yang berwenang,” tambah Harkristuti.

Senada dengan hal tersebut, Wakil Rektor Bidang Akademisi UKI, Wilson Rajagukguk, menyampaikan untuk membangun Indonesia yang sehat diperlukan mekanisme pemidanaan dari berbagai stakeholder dan APH sehingga apa yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang berkelas dapat terwujud. “Dengan begitu dapat memberikan rekomendasi terbaik bagi pelaksanaan pemidanaan di Indonesia,” urainya.

Pada akhirnya, proses pemidanaan seharusnya tidak bergantung pada institusi Pemasyarakatan, namun lebih besar. Seluruh APH dan masyarakat mempunya andil dan tanggung jawab yang sama dalam proses pembinan bagi para pelanggar hukum di Indonesia. (O2)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0