Ditjenpas Bertukar Pikiran dengan Reclassering Nederland dalam Lokakarya Berbagi Praktik Baik dalam Sanksi Alternatif

Jakarta, INFO_PAS - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) bertukar pikiran dengan Reclassering Nederland dalam kegiatan lokakarya "Berbagi Praktik Baik dalam Sanksi Alternatif dan Kerja Sosial" di Hotel Ashley Jakarta, Kamis (4/7). Lokakarya ini merupakan bagian tak terpisahkan dari program Peer to Peer for Justice (P2) Reclassering Nederland bekerja sama dengan Center for International Legal Cooperation (CILC).
Reclassering Nederland merupakan lembaga yang memiliki fungsi pengawasan dan pembinaan pelaksanaan putusan pidana kerja sosial serta memberikan saran kepada jaksa dan hakim sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku tindak pidana. Peran tersebut sejatinya seiring dengan tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) di Indonesia.
Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan, Pujo Harinto, menyambut baik kegiatan lokakarya ini sebagai bentuk tindak lanjut atas sinergi yang telah terjalin antara Ditjenpas, Kejaksaan, dan Pengadilan. "Saat ini terjadi perubahan paradigma dari penghukuman retributif ke reintegrasi sosial atau rehabilitatif. Tentu dari kita semua yang pertama kali, dari Aparat Penegak Hukum yang mengikuti perubahan prinsip hukum pidana tersebut di Indonesia. Setelah itu, barulah kita memberikan pemahaman ke masyarakat," ujar Pujo.
Dalam lokakarya ini, Hakim Pidana Pengadilan Tinggi Belanda, Nico Tuijn, menjabarkan kondisi sistem peradilan pidana di Belanda. Nico menyebut untuk mencapai keseimbangan antara pembalasan (retributif) dan pidana alternatif, hakim menerapkan pendekatan yang disesuaikan dalam keputusan mereka.
"Selama 2023, Belanda mencatat 195.000 perkara pidana baru dengan 31.100 tunggakan perkara lama di tahun sebelumnya. Selama tahun 2023 juga, terdapat 25.600 Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dan 109.700 keputusan di tingkat kejaksaan serta 85.200 putusan di tingkat pengadilan," jelas Nico.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum Senior Belanda, Jouke Osinga, menjabarkan secara detail statistika pidana alternatif selain penjara diterapkan di Belanda. Sepanjang tahun 2023, sistem pengadilan pidana Belanda mencatat hasil keputusan: 30.000 pidana penjara, 14.000 pidana denda, 29.183 pidana kerja sosial, 5.500 pidana kerja sosial pada Anak, 14.183 pidana pengawasan, serta 994 keputusan berbentuk intervensi pelatihan perilaku (rehabilitasi).
Secara umum, Belanda membagi penghukuman dan penerapan pidana alternatif dengan kategorisasi sebagai berikut:
• perkara pidana berat (pembunuhan, kejahatan terorganisir), diterapkan hukuman tanpa syarat;
• perkara pidana biasa (perampokan, kekerasan berat), diterapkan hukuman tanpa syarat dikombinasikan dengan hukuman pengawasan;
• perkara pidana ringan dengan risiko residivisme tinggi (KDRT, pelanggaran narkoba ringan), diterapkan kerja sosial yang dikombinasikan dengan hukuman pengawasan;
• perkara pidana sangat ringan (pengutilan, perusakan), diterapkan denda atau kerja sosial.
Linda Biesot sebagai PK dari Belanda menjelaskan PK memiliki peran penting dalam membuat Litmas karena mampu menganalisis masalah pribadi tersangka termasuk risikonya. Hasil litmas akan memberikan rekomendasi bagi efekhukuman dan kemungkinan diberlakukannya syarat khusus, termasuk pidana alternatif.
"Beberapa pidana syarat khusus yang diterapkan di Belanda, seperti pengawasan oleh Bapas selama dua tahun, perawatan di RS jiwa, rehabilitasi untuk kecanduan narkotika, intervensi perilaku sosial, perlindungan bagi korban, maupun monitoring secara elektronik," ujar Linda.
Sementara itu, Direktur Kerja Sama Internasional Reclassering Nederland, Jochum Wilderman, menjelaskan konsep pidana alternatif dapat dilihat dari Tokyo Rules. Kesepakatan internasional tersebut menegaskan bahwa pidana alternatif terhadap pemenjaraan dapat efektif dan memberikan manfaat, baik bagi para pelaku dan masyarakat.
"Jaksa dan PK di Bapas bekerja sama untuk tujuan yang lebih besar. KUHP baru di Indonesia pada tahun 2026. Di dalamnya ada pidana alternatif seperti pidana pengawasan atau pidana kerja sosial yang dapat diterapkan," ujar Jochum.
Selain Ditjenpas, peserta lokakarya ini berasal dari perwakilan Bapas di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perwakilan hakim pengadilan tinggi di wilayah Jakarta, serta perwakilan kejaksaan tinggi di wilayah Jakarta. Usai pemberian materi, peserta secara aktif memberikan pertanyaan untuk berdiskusi dengan para narasumber mengenai kondisi pidana alternatif di Indonesia dan peluang penerapannya sesuai dengan KUHP terbaru. Adapun tujuan dari lokakarya ini adalah untuk bertukar pengetahuan dan praktik terbaik di bidang sanksi alternatif dan pidana kerja sosial. Selain itu, lokakarya ini menjadi bentuk dukungan pada tahap awal implementasi pidana alternatif untuk memastikan efektivitas penerapan modul yang dikembangkan Kementerian Koordinator Bidang Politih, Hukum, dan Keamanan. (MRI)
What's Your Reaction?






