Mengintip ’’Bisnis’’ Narapidana di Lapas Kelas I Rajabasa

Bandarlampung - Lembaga pemasyarakatan (lapas) ternyata tak seseram apa yang selama ini dibicarakan dan dibayangkan masyarakat. Suasana lapas tidak jauh berbeda dengan sebuah perkampungan kecil. ’’Warga”-nya juga ’’berbisnis” di bawah penjagaan ketat. Wajah-wajah ceria menghiasi ruang besuk Lapas Kelas I Rajabasa, Bandarlampung, kemarin. Tawa renyah bocah ikut mewarnai pertemuan singkat keluarga dan kerabat para penghuni lapas. Di bagian lain, para napi yang tidak beruntung mendapat kunjungan dari sanak keluarga mereka terlihat santai berbincang di pelataran masjid. Sementara, ada sekitar 12 napi tengah khusyuk mengikuti kebaktian di dalam gereja di areal lapas bersama Kepala Lapas Rajabasa Petrus Kunto Wiryanto. Langkah wartawan koran ini terhenti di salah satu blok. Di sana terlihat sejumlah narapidana tengah sibuk bekerja. Di dalam blok yang biasa disebut pembinaan kemandirian tersebut, para napi disibukkan bermacam pekerjaan. Ada yang sibuk

Mengintip ’’Bisnis’’ Narapidana di Lapas Kelas I Rajabasa
Bandarlampung - Lembaga pemasyarakatan (lapas) ternyata tak seseram apa yang selama ini dibicarakan dan dibayangkan masyarakat. Suasana lapas tidak jauh berbeda dengan sebuah perkampungan kecil. ’’Warga”-nya juga ’’berbisnis” di bawah penjagaan ketat. Wajah-wajah ceria menghiasi ruang besuk Lapas Kelas I Rajabasa, Bandarlampung, kemarin. Tawa renyah bocah ikut mewarnai pertemuan singkat keluarga dan kerabat para penghuni lapas. Di bagian lain, para napi yang tidak beruntung mendapat kunjungan dari sanak keluarga mereka terlihat santai berbincang di pelataran masjid. Sementara, ada sekitar 12 napi tengah khusyuk mengikuti kebaktian di dalam gereja di areal lapas bersama Kepala Lapas Rajabasa Petrus Kunto Wiryanto. Langkah wartawan koran ini terhenti di salah satu blok. Di sana terlihat sejumlah narapidana tengah sibuk bekerja. Di dalam blok yang biasa disebut pembinaan kemandirian tersebut, para napi disibukkan bermacam pekerjaan. Ada yang sibuk menggergaji potongan kayu, ada pula yang mengasah batu akik. Di sudut yang lain, ada napi yang asyik mengerjakan kerajinan kain tapis. Amir Mahmud (40) salah satunya. Narapidana yang sudah mendekam empat tahun enam bulan dari vonis empat belas tahun yang harus dia jalani karena kasus asusila ini kala itu sedang sibuk memintal benang emas. Amir mengaku mendapatkan ilmu membuat kerajinan kain tapis tersebut dari seorang narapidana yang telah bebas. ’’Iya mas, kalau di sini begitu ilmunya terus diturunkan. Yang bisa ngajarin yang nggak bisa. Begitu seterusnya,” kata dia seraya mengaku bisa menghabiskan waktu 45 hari untuk menyelesaikan sebuah kain tapis. ’’Kadang saya bawa ke kamar (tahanan, Red) saya kerjain biar nggak bosan dalam kamar terus,” imbuhnya. Hasil pekerjaan itu, lantas dijual oleh pihak Lapas Rajabasa. Untuk kreativitasnya, Amir mengaku mendapatkan upah. Dari sebuah kain Tapis yang dia buat, Amir bisa mendapat upah hingga Rp1 juta. ”Karena disini belum ada pembeli tetap, jadi kami masih kesulitan untuk menjual karya mereka. Uang penjualan terus kita kelola. Ya seperti bisnis lah,” kata Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Rajabasa, Mukhtar. Di sel lainnya, Radar melihat seorang lelaki penuh tatto tengah asyik menggoreskan kuas di atas kanvas. Sambil menghirup kopinya, pemuda yang belakangan diketahui bernama Eko Waluyo (39) itu menatap lekat hasil goresan kuasnya. Narapidana kasus narkotika ini mengaku, hanya dirinya yang mengisi sel lukisan itu. Pasalnya, dari total 620 narapidana di Lapas Rajabasa, hanya dia seorang yang bisa melukis. ”Ya karena dulunya pernah buka tempat tatto jadi punya basic menggambar. Nyalurin hobi, ngilangin bosen juga,” kata pria yang divonis empat tahun ini. Eko saat itu mengaku tengah menyelesaikan sebuah lukisan abstrak dengan tema barong. ”Kalau yang ini sudah dipesan semua. Rata-rata sipir yang menjual ke kerabat atau keluarga mereka,” papar Eko sembari mengaku mematok harga Rp400 ribu hingga Rp1juta untuk setiap lukisannya. Disinggung tentang kesulitannya, Eko mengaku, kendala utama yang dihadapinya adalah masalah keterbatasan alat. “Tapi yang penting itu tetap berkreasi dengan menggunakan imajinasi,” ujarnya seraya berpesan kepada para pemuda di Lampung yang masih menggunakan narkoba untuk segera berhenti. Bayu (26) narapidana lainnya juga terlihat sibuk menggeluti “bisnis” pembuatan miniatur dari kayu jati. ”Ya di luar pernah kerja beginian juga (kerajinan, red). Kebetulan disini juga ada, jadi ya senang sih,” katanya. Untuk sebuah miniatur seperti kapal pesiar, harganya bisa mencapai Rp1 juta. ”Kalau harga tergantung dari tingkat kesulitan. Seperti kapal pesiar ini Mas, kita jual Rp1 juta,” tuturnya pria yang harus menjalani vonis 3 tahun karena kasus asusila ini. Di sel lain, Daryono (24) bersama enam rekannya tengah “mengeroyok” batangan bambu dihadapan mereka. Batangan-batangan bambu itu mereka ubah menjadi satu set kursi cantik. Napi yang sudah dua tahun mendekam di Lapas Rajabasa ini mengaku bisa membuat satu set kursi hanya dalam jangka setengah hari saja. ”Kebanyakan sih orang luar yang pesan. Kami juga memenuhi pasaran disini,” kata Daryono yang mengaku siap menulari ilmunya pada napi lain yang hendak belajar. Kepala Lapas Rajabasa P. Kunto Wiryanto, pihaknya memang sejak lama menggelar program pembinaan kemandirian. ”Program ini untuk memberikan ilmu keterampilan kepada para narapidana agar mereka memiliki skill ketika keluar nanti,” katanya. Menurut dia, saat ini Lapas Rajabasa masih kesulitan memasarkan produk yang dihasilkan dari program kemandirian tersebut. ”Ya kadang kami bingung ini mau dijual kemana. Maunya kan ada yang menampung produksi mereka seperti dinas-dinas,” harapnya. Senada, Kepala KPLP, Mukhtar menambahkan, unit kegiatan program kemandirian selalu bertambah. Di Lapas Rajabasa, kata dia, masih ada unit usaha laundry, pangkas rambut, hingga grup kuda lumping. ”Pegawai disini juga nyuci disini. Laundry ini yang mengelola napi, pelanggannya juga napi,” candanya. Selain itu, sambung dia, di lapas itu juga terdapat sebuah pesantren yang baru berjalan sejak tiga bulan terakhir. ”Ini pesantren di dalam Lapas yang pertama kali di Sumatera. Kegiatannya ngaji, hingga tabligh akbar. Ustadnya kita panggil dari luar,” tuturnya seraya berharap seluruh unit kegiatan bisa memberi manfaat terhadap para warga binaan disana. (p5/c1/fik) Sumber : radarlampung.co.id

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0