Penerapan Teknik Komunikasi Therapeutik oleh PK dalam Bimbingan Konseling Klien Bapas

Penerapan Teknik Komunikasi Therapeutik oleh PK dalam Bimbingan Konseling Klien Bapas

Komunikasi secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Latin, yaitu Communicare, communicatio, dan communicatus yang berarti suatu alat yang berhubungan dengan sistem penyampaian dan penerimaan berita seperti telepon, telegraf, radio, dan sebagainya. Juergen Ruesch (1972) menjelaskan komunikasi adalah keseluruhan bentuk perilaku seseorang yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain. Tidak hanya komunikasi yang diucapkan dan ditulis, tapi juga termasuk gerakan tubuh, tanda somatik, dan simbol.

 

Yang menjadi tujuan komunikasi menurut Anjaswarni (2016) di antaranya menyampaikan ide, memengaruhi orang lain, mengubah perilaku orang lain, memberi pendidikan, dan memahami (ide) orang lain. Komunikasi theurapetik merupakan cara yang dilakukan dalam menjalin hubungan therapeutik di mana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & Sundeen, 1995).

 

Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan menyatakan Bapas adalah lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi pembimbingan terhadap Klien meliputi Penelitian Kemasyarakatan, bimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

 

Dalam pelaksanaan pembimbingan, terjadi komunikasi langsung antara Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dengan Klien Pemasyarakatan yang sedang menjalani masa hukumannya di luar tembok Lapas/Rutan. Pada umumnya, petugas Pemasyarakatan berkomunikasi dengan teknik komunikasi koersif di mana petugas menyampaikan pesan dengan cara yang tegas dan memaksa dengan tujuan menimbulkan kepatuhan dari Klien terhadap petugas. Namun, bukan kesadaran diri seutuhnya yang menjadi dasar perubahan perilaku permanen. Teknik komunikasi therapeutik dibutuhkan agar petugas, khususnya PK, mampu mempengaruhi prinsip dan nilai yang dianut oleh Klien sehingga menjadi motor utama dalam mengubah perilaku dan pada akhirnya meminimalisasi kemungkinan Klien melakukan pengulangan tindak pidana.

 

Dengan komunikasi therapeutik, diharapkan Klien dapat merasa aman, diterima, dan percaya terhadap PK-nya agar Klien nyaman dan terbuka menyampaikan informasi yang seringkali disembunyikan, namun penting, seperti latar belakang kehidupannya meliputi pola asuh, pola pergaulan, hubungan dengan kerabat, latar belakang pendidikan, serta hal-hal lain yang memengaruhi perkembangannya dan menjadi dasar dari motif tindak pidana yang ia lakukan. Hal ini kemudian memampukan petugas menggali informasi yang mendalam tentang Klien sehingga nantinya dapat menentukan program pembimbingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan klien.

Adapun tahapan yang dapat dilakukan dalam melakukan komunikasi therapeutik yang berhasil menurut Husna (2018) adalah tahap prainteraksi, orientasi atau pengenalan, tahap kerja, dan terminasi. Tahap prainteraksi terjadi sebelum PK bertemu klien. PK disarankan melakukan studi dokumentasi terhadap kasus yang dilakukan oleh Klien. Selain itu, PK juga perlu berkomunikasi dengan Wali Pemasyarakatan Klien selama di Lapas/Rutan untuk memahami kebiasaan dan pola perilaku Klien selama menjalani masa pidananya.

Tahap kedua adalah orientasi atau perkenalan. Pada tahap ini, targetnya adalah munculnya perasaan aman dan diterima dalam diri Klien oleh PK, memberi pertanyaan-pertanyaan terbuka yang memperlihatkan Klien bebas menjawab dan semua ceritanya diterima sepenuhnya oleh PK.

 

Tahap selanjutnya adalah kerja. Pada tahap ini, PK diharapkan mampu mendorong Klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya serta membantu menyelesaikan masalah yang bertujuan tercapainya perubahan perilaku Klien seperti yang diharapkan. Komunikasi dilakukan dengan nada bicara lembut, namun tegas, keikhlasan mendengar dari PK, empati,,,   kehangatan sebagai respon dari topik yang dibicarakan Klien. Dari informasi yang diperoleh, PK menyusun rencana program bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan Klien agar dapat mengubah perilaku Klien secara mendasar dan permanen.

 

Tahap terakhir adalah terminasi. Dalam tahap ini, PK melakukan evaluasi terhadap program bimbingan yang sudah dilaksanakan bila telah berhasil mencapai perubahan perilaku yang diinginkan dari Klien.

 

Komunikasi therapeutik yang kita ketahui banyak diterapkan dalam dunia kesehatan. Namun, lebih dari itu, metode komunikasi therapeutik dapat juga digunakan dalam bidang hukum, secara khusus bagi para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Dengan metode komunikasi therapeutik, petugas dapat berperilaku sekaligus memberi pelayanan yang humanis kepada para WBP karena sesungguhnya mereka juga manusia yang memiliki derajat dan kedudukan yang sama di mata hukum serta memiliki hak atas perlakuan layak yang sama dengan manusia lain meskipun mereka pernah melakukan tindakan yang melanggar hukum dan norma, bahkan merugikan orang lain. Selain itu, komunikasi therapeutik dalam kegiatan bimbingan kemasyarakatan juga mendorong tercapainya tujuan restorative justice dalam sistem pidana di indonesia. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap pelayanan prima petugas Pemasyarakatan pun dapat tercapai maksimal.

 

 

 

 

Penulis: Pascaria Rebeca (PK Bapas Cirebon)

What's Your Reaction?

like
2
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0