Pentingnya Pemasyarakatan Hadapi Krisis Lewat Strategi Media Sosial
Jakarta, INFO_PAS – Strategi media sosial (medsos) memiliki peran penting dalam menghadapi krisis komunikasi, khususnya di masa pandemi Coronavirus disease (COVID-19), tak terkecuali di lingkungan Pemasyarakatan. Hal ini disampaikan Bahrul Wijaksana di hadapan peserta kegiatan Pembentukan Agen Informasi dan Publikasi Pemasyarakatan, Rabu (14/10) di Hotel Atria Gading Serpong.
Sebagai pemateri sesi pertama, Bahrul menuturkan informasi di medsos lebih cepat menyebar di masyarakat, tapi bisa dimanfaatkan untuk counter berita buruk. Apalagi komunikasi pemerintah di masa pandemi COVID-19 cenderung menimbulkan keluhan, rasa stres, takut, dan lain-lain.
Ia menyebut di masa krisis, kerap ada pihak yang testing the water. Hasil tesnya dilihat dari reaksi masyarakat di medsos. “Ada pihak yang testing the water, menyebarkan rumor karena ada kepentingan,” sebut Bahrul.
Bahrul menyontohkan saat Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan pemberian asimilasi di rumah terhadap 38 ribu narapidana. “Di masyarakat ada narasi bahwa pemerintah zalim. Kenapa narapidana dibebaskan, tapi orang saleh yang mau ibadah tidak dibolehkan,” urainya.
Ia menyebut narasi seperti ini dikembangkan banyak pihak dan rawan menimbulkan krisis. Terlebih lagi Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan akrab dengan situasi krisis, seperti terjadi pelarian, kekerasan, narkoba, dan lain-lain.
“Ini menjadi bagian dari risiko. Pertanyaannya, apakah ditangani dengan baik atau tidak. Umumnya sering menghindar karena ada konsekuensi buruk bila dianggap tidak memberi komentar yang appropriate. Kadang Kepala UPT Pemasyarakatan dicopot karena statement yang membuat institusi buruk,” tambah Bahrul.
Ketika krisis, pria yang kerap disapa Uung ini menyarankan jangan menyebar banyak informasi, tapi meminta banyak respon. Ia memaparkan perbedaan komunikasi pada masa normal dan masa krisis. Contohnya, di masa normal, misinformasi yang tak dikelola akan menurunkan kewibawaan pemerintah, tapi di masa krisis jika misinformasi tidak dikelola dapat menimbulkan konsekuensi mematikan.
Selain itu, di masa normal, semakin banyak suara semakin bagus, beragam sudut pandang. Tapi di masa krisis, satu suara saja yang kredibel. “Jika kita bagian dari humas, fokus pada apa yang diketahui, jangan menggunakan asumsi,” tambah Bahrul.
Terkait monitoring medsos, harus melihat apa yang didiskusikan, pesan-pesan yang mendukung kerja humas, berkolaborasi dengan key opinion leader, serta fokus mendapatkan lebih banyak audiens. “Di masa krisis, kita harus fokus pada akun-akun yang menjadi rujukan informasi, mencoba meng-counter jika ada misinformasi, dan gunakan social network analysis, serta pertahankan audiens,” lanjut Bahrul.
Tak lupa, Bahrul berpesan kepada Kepala UPT Pemasyarakatan bilamana ada staf yang membuat program, jangan hanya berpikir ini untuk feed kita, tapi untuk publik, aparat penegak hukum, keluarga Warga Binaan Pemasyarakatan, dan stakeholder lain.
Kegiatan Pembentukan Agen Informasi dan Publikasi Pemasyarakatan rencananya akan berlangsung selama tiga hari mulai tanggal 14-16 Oktober 2020. Kegiatan ini diikuti 125 peserta dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan serta Kepala UPT Pemasyarakatan wilayah Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.