Bersama SFCG dan Yayasan Indika, Ditjenpas Latih Petugas Tangkal Ekstremisme Kekerasan

Bersama SFCG dan Yayasan Indika, Ditjenpas Latih Petugas Tangkal Ekstremisme Kekerasan

Tasikmalaya, INFO_PAS – Pemasyarakatan sebagai lembaga negara memiliki kewajiban untuk turut serta mempromosikan narasi positif untuk menangkal propaganda ekstremisme kekerasan di Indonesia. Propaganda ekstremisme kekerasan atau yang dikenal sebagai violent extremism (VE) menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa bahkan kedaulatan kehidupan masyarakat dunia. Belakangan, gerakan ini semakin masif disebarkan menggunakan berbagai saluran komunikasi daring.

Mengantisipasi hal ini, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) bekerja sama dengan Search for Common Ground (SFCG) dan Yayasan Indika menyelenggarakan Pelatihan Pemanfaatan Media dalam Mencegah Ekstremisme untuk wilayah Tasikmalaya dan Garut, Selasa (21/06). Kegiatan ini merupakan bentuk kolaborasi yang dilakukan Pemasyarakatan dengan instansi dan lembaga lain demi membangun ketahanan nasional.

“Melalui pelatihan ini, kita berupaya memperkuat tanggapan komprehensif berbasis masyarakat terhadap radikalisasi, rekrutmen, dan residivisme ekstremisme kekerasan, dengan meningkatkan kapasitas aktor komunikasi. Tujuannya menciptakan pesan damai untuk melawan narasi yang digunakan kelompok ekstremis dalam progpaganda mereka,” ujar Dodot Adikoeswanto selaku Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama Ditjenpas.

Program Manager SFCG Anis Hamim menyebut kelompok ekstremis seperti Islamic State of Iraq and Syria dan afiliasinya, banyak memanfaatkan media digital seperti video untuk menarik simpati. Media digital ini juga dimanfaatkan untuk menggalang dana dan menarik individu untuk bergabung dengan mereka. Platform media sosial, termasuk e-mail, chat, rekaman video, dan aplikasi adalah alat rekrutmen yang sangat populer.

“Kaum muda berusia antara 17 hingga 25 tahun adalah kelompok pengguna internet terbesar di Indonesia, di mana jumlahnya mencapai 85.4% dari total pengguna. Kaum muda ini sangat berisiko terpapar pesan kekerasan dan materi ekstremis kekerasan,” tuturnya.

Kerentanan kaum muda terhadap rekrutmen kelompok ekstremisme kekerasan ini didukung oleh data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2019. Data tersebut menunjukkan, lebih dari setengah atau 59,1% dari pelaku terorisme yang tertangkap berusia di bawah 30 tahun.

Aktor pemerintah dan masyarakat sipil terus berusaha menemukan strategi efektif untuk melawan pesan kekerasan dan mencegah kelompok rentan terlibat dalam kegiatan ekstremis kekerasan. “Kita perlu memperkuat pemanfaatan saluran komunikasi untuk mengurangi kerentanan pemuda terhadap ideologi ekstremis kekerasan dan untuk mendukung masyarakat dalam upaya membangun ketahanan terhadap ideologi tersebut di mulai dari akarnya,” terangnya.

Menurut Anis, aktivitas komunikasi yang tepat, jelas, dan konsisten serta pemahaman terhadap akar masalah dapat membantu menyelesaikan masalah ekstremisme yang terjadi. Untuk itu, komunikator pemerintah perlu mendesain kampanye komunikasi dengan baik, mulai dari penetapan tujuan, target, saluran, cara, hingga ukuran keberhasilan. Pesan yang menarik dengan format kreatif lebih disukai kaum muda,” ucapnya. (afn/prv)

What's Your Reaction?

like
4
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0