Dari Jeruji Besi, Mengubah Sampah Jadi Berkah

Belajar dari sebuah epik ternama seperti Ramayana bahwa segala sesuatu yang hitam tak seutuhnya pekat dan hal yang putih tak sepenuhnya murni. Di dalam suatu kebaikan terdapat sesuatu yang buruk dan di balik suatu keburukan tersimpan kebaikan. Tokoh besar dan ternama seperti Wibisana merupakan tokoh yang digambarkan baik dengan prinsipnya yang membela kebenaran dan memihak Sang Rama. Tetapi, dari sudut lain ia justru dianggap pengecut dan pengkhianat yang bersembunyi di kubu lawan yang berperang dengan kaumnya dan menyerang tanah airnya. Begitu juga Kumbhakarna yang memilih untuk membela tanah kelahirannya dan negaranya untuk berperang padahal ia tahu di pihak yang salah, tetapi mengesampingkan prinsip dan egonya demi rasa cintanya pada tanah air.
Lantas siapa yang benar dan mana yang salah? Apa yang baik dan bagaimana yang buruk? Tidak seorang manusia pun yang dapat dan berhak menghakimi makhluk lainnya karena semua orang sedang menjalani karmanya di dunia ini, termasuk narapidana dan tahanan di dalam penjara. Mereka hanyalah "orang-orang tersesat yang belum terlambat untuk bertaubat."
Seseorang perempuan tangguh yang bekerja sebagai sipir penjara berkata "penjara itu bagaikan semak belukar, tak akan ada yang melihatnya kecuali tersandung atau tertusuk durinya." Tapi bagaimana ternyata jika di dalam semak tersebut tersembunyi bunga yang indah? Semak tersebut adalah Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Bangli, tempat dimana tahanan dan narapidana yang dianggap salah dan masyarakat menatap mereka bagaikan "sampah" menjalani masa pidananya untuk menebus tindak kejahatan yang dilakukannya.
Salah satu petugas Rutan Bangli, Putu Armony, awalnya merasa tersesat di sebuah negeri antah berantah yang tak pernah dibayangkan, bekerja di dalam sebuah penjara dengan orang yang dicap "jahat" oleh masyarakat sejak berusia 18 tahun pada tahun 2012. Bekerja dalam kungkungan jeruji besi dan dinginnya tembok beton yang menjulang tinggi tidak menghalau kreativitas dan produktivitas orang-orang di dalamnya. Mungkin begitu pikirnya.
Sejak itu, rasa penasaran dan ambisi jiwa mudanya berusaha membawa semak berikut bunganya ke permukaan dengan mempromosikan melalui akun media sosial dan marketplace online, mengikuti pelbagai festival daerah terkait industri kreatif anak muda hingga diundang ke salah satu program televisi terkait produksi kreativitas narapidana di dalam jeruji besi. Memperkenalkan hasil kreativitas narapidana sebagai alat-alat yang berguna, seperti sarana persembahyangan, tempat tissue, figura foto, dan barang-barang lainnya dari sampah, seperti limbah koran, bukanlah hal mudah seperti menjual dan mempromosikan barang industri lainnya atau bahkan sekadar menjajakan minuman dingin di pinggir jalan. Terdapat kesangsian dari masyarakat untuk membeli barang-barang tersebut karena terbuat dari "sampah" dan dibuat pun di tempat yang tak lazim seperti penjara. Tapi, ia percaya sesuatu yang dilakukan dengan hati pasti dapat diterima dengan baik oleh hati. Niat baik akan melahirkan sesuatu yang baik pula. Hal itulah yang selalu menyemangatinya.
Film "Mulan" (dalam sinema Disney) membuktikan perempuan bukanlah seorang yang lemah dan hanya menyukai hal-hal lucu dan warna merah jambu, tapi keindahan perempuan adalah ketangguhan dalam jiwa yang suci serta rasa peduli yang tinggi. Menurut World Bank Woman, Business and One Law (2018) terdapat 104 negara yang memiliki undang-undang yang mencegah perempuan bekerja di pekerjaan tertentu. Secara global, ada 2,7 milyar perempuan yang secara hukum dilarang memiliki pekerjaan yang sama dengan laki-laki.
Putu berusaha menjadi pendobrak tradisi dengan prestasi. Bekerja menjadi petugas bui atau kini disebut petugas Pemasyarakatan merupakan tantangan tersendiri baginya. Putu dengan inovasi dan kreasinya, selain membantu mengurangi limbah majalah dan koran menjadi benda-benda bermanfaat, juga mengemban misi kemanusiaan yang memanusiakan manusia. Memberi mereka penghidupan untuk kehidupan baru agar dapat diterima kembali di tengah masyarakat.
Mengubah Sampah Menjadi Berkah
Penjara memang bukan tempat yang indah. Layaknya "bak sampah," tak ada orang yang akan sudi untuk menjamah. Namun, siapa sangka dari tempat tersebut kita bisa belajar sesuatu. Dari sesuatu yang dianggap "bau," kita justru menjadi tahu. Dari sinilah tumpukan sampah dapat menjadi berkah. Mereka yang di luar sana sulit untuk mengumpulkan rupiah sehingga harus menjarah mungkin merupakan bagian dari musibah yang harus mereka alami dan lalui terlebih dahulu sebelum menemukan arah. Berawal dari mengisi waktu luang, kini menjadi proses pembinaan. Limbah kertas koran dan majalah dalam kegiatan perkantoran diolah dan dimanfaatkan oleh petugas dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang kemudian mulai dilirik pengunjung dan beberapa yayasan yang seling berinteraksi dengan Rutan Bangli.
Geliat kepedulian pemerintah pun mulai terlihat dengan adanya event-event yang mengikut sertakan hasil karya WBP, tetapi kegiatan tersebut terbatas oleh beberapa kalangan birokrat dan organisasi tertentu, sedangkan masyarakat masih belum lazim dan belum ada cara promosi efektif untuk menembus pasar tersebut. Padahal sejatinya kegiatan ini setali tiga uang untuk Pemasyarakatan. Selain mempromosikan hasil kerajinan yang memberikan hasil nyata berupa income bagi WBP, juga memperkenalkan sisi lain Sistem Pemasyarakatan yang bukan lagi pemenjaraan, tetapi ke arah pembinaan. Bukankah mendorong mereka kembali kepada masyarakat dan menjadi manusia seutuhnya yang dapat diterima merupakan hakikat Sistem Pemasyarakatan?
Namun pertanyaannya kini, mengapa masih terdapat stigma di masyarakat dimana menggunakan dan menerima produk buatan penjara masih mendapat kesangsian? Menerima produknya saja masih penuh kecurigaan, bagaimana jika kelak harus menerima orang-orang yang ada di dalam penjara. Di sinilah pentingnya masyarakat dapat melihat sesuatu dari dua sisi bahwa tak selamanya yang hitam menyimpan keburukan, membantu bangkit dalam gelap, mengulurkan tangan, dan merangkul mereka untuk dapat kembali diterima menjadi manusia yang punya kehidupan dan penghidupan agar mereka masih dapat merajut asa bahwa ada hal dan bagian dari dirinya yang dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh sesama.
Penulis: Rutan Bangli
What's Your Reaction?






