Peran Strategis PK dalam Pendampingan Kasus Anak MAS

Tindakan kejahatan bisa dialami oleh siapa saja, bahkan pelakunya terkadang sosok yang tidak pernah terduga. Pemberitaan soal kekerasan dengan pelaku orang terdekat sudah sering kali terdengar melalui pemberitaan media sosial. Pelakunya bisa suami, anak, saudara, hingga tetangga bisa jadi pemicu terjadinya kekerasan.
Kasus MAS, remaja 14 tahun, yang membunuh ayahnya (44) dan neneknya (69) pada Sabtu (30/11) dini hari di rumahnya yang terletak di daerah Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, mengundang banyak perhatian publik. Dengan adanya kejadian tersebut, pihak kepolisian bekerja sama dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) sebagai lembaga atau tempat menjalankan fungsi pembimbingan kemasyarakatan terhadap Klien Pelaku Anak melakukan langkah-langkah awal menggali data terkait MAS. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam kasus ini adalah:
1. Rapat koordinasi antar Kementerian/Lembaga (K/L) dalam penanganan perkara Anak MAS pada Selasa (11/12) secara online berkaitan dengan penyusunan rencana intervensi lanjutan yang terintegrasi antara K/L dan pemantauan perkembangan penanganan kasus Anak MAS. Kegiatan tersebut diikuti oleh Tim Penanganan Perkara Anak MAS, para pejabat dan jajaran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Madya Bapas Kelas I Jakarta Selatan, Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Dokter Psikiater dari Divisi Psikiatri Forensik Departemen Psikiatri FKUI RSCM, Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), Kepala Sentra Mulya Jaya, dan PPPA Provinsi DKI Jakarta.
2. PK Madya yang menangani terkait perkara MAS menggali data mendalam dan dimasukkan pada Penelitian Kemasyarakatan (Litmas). Selanjutnya, Psikolog dari Apsifor juga menyampaikan hasil temuan dari penggalian data terhadap MAS dan keluarga. Perwakilan Departemen Psikiatri FKUI RSCM melakukan analisis berdasarkan hasil paparan Psikolog Forensik. Tanggapan-tanggapan selanjutnya dilakukan Kepala Sentra Mulya Jaya dan pendamping Anak dari Sentra Mulya Jaya.
3. Pembahasan terkait kesehatan kejiwaan MAS dan rencana untuk fokus terhadap pemulihan kesehatan kejiwaan, terutama adanya indikasi ingin membunuh diri dan gejala-gejala lain yang harus diperhatikan di dalam pelaksanaan proses hukum. Perlu diperhatikan apakah Anak MAS cukup sehat untuk menjalani proses hukum selanjutnya, terutama persidangan. Selain itu, perlu diperhatikan tujuan dari proses hukum untuk penempatan Anak sebaiknya ditempatkan di lembaga yang memiliki sumber daya terkait pengawasan dan perawatan psikis Anak MAS.
4. Bila memungkinkan dilakukan rujukan ke RS Pengayoman, tetapi harus dipastikan ada ruangan khusus, perawatan, dan tenaga khusus penanganan psikiater anak. Tim Psikiater di RSCM memiliki tenaga medis psikiater anak yang juga pernah menangani perkara Anak Berkonflik dengan Hukum yang memiliki gangguan jiwa. Tentunya ini menjadi solusi terbaik untuk anak.
5. Perlunya penguatan di Sentra Mulya Jaya sebagai tempat Anak dititipkan saat ini. Selain itu, Bapas Kelas I Jakarta Selatan menyatakan untuk dilibatkan di dalam setiap proses, terutama pemeriksaan kesehatan kejiwaan Anak MAS yang terkait dengan pentingnya rekomendasi Litmas pada proses persidangan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus perkara anak.
PK sebagai petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan Litmas tentunya menggali aspek-aspek dari berbagai sudut pandang. Sudut pandang psikologi, Tiara Diah selaku dosen psikologi Unair menyampaikan:
1. Pertama, rasa kedekatan yang sudah terjalin. Pelaku merasa punya kontrol dan kuasa pada korbannya. Pelaku biasanya merupakan pihak yang merasa superior mereka menggunakan power/kekuasaan yang dimiliki untuk memaksakan keinginan pada orang lain. Bisa pada pasangan, kerabat, bahkan anak.
2. Kedua, masalah emosional. Pelaku yang merupakan orang terdekat bisa merasa cemburu, iri, atau apapun itu emosi negatif. Ini bisa memicu munculnya keinginan untuk melakukan tindakan kejahatan. Pengalaman traumatis yang menimbulkan masalah emosional juga ikut terlibat dalam hal ini yang membuat mereka tega untuk melakukan tindakan karena tidak bisa mengelola emosi dengan baik.
Tiara menyampaikan perasaan emosi yang dilampiaskan kepada orang terdekat didasari oleh presepsi bahwa apabila emosi tersebut dilampiaskan kepada mereka, maka orang tersebut akan menerima. Intinya, jika perilaku jahat atau keji dilakukan orang terdekat, bila tidak dipicu masalah emosional yang belum terselesaikan, berarti adanya relasi kuasa.
Untuk itu, PK bekerja sama dengan kepolisian sebagai pendamping pelaku sementara ini menitipkan MAS di LPAS, tetap memastikan Klien terpenuhi hak pendidikannya, dengan diijinkannya ikut ujian semester ditemani keluarga dan pihak Kementerian PPPA, juga dipastikan hak bermain juga walaupun di tempat terbatas.
Berdasarkan pengamatan polisi dan PK, MAS anak yang baik, ramah dan memang pintar. Keseharian dari Anak berinteraksi dengan guru juga baik dan sopan. Fakta terakhir, MAS telah ditetapkan sebagai ABH dengan disangkakan dengan pasal 338 KUHP subsider 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dan/atau pasal 44 ayat 2 dan 3 UU tentang KDRT.
Litmas mengacu pada pasal 53 KUHP 2023 tentang pemidanaan, dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan: bentuk kesalahan pelaku tindak pidana, motif dan tujuan melakukan tindak pidana, sikap batin pelaku tindak pidana, tindak pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan, cara melakulan tindak pidana, sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana, riwayat hidup.keadaan sosial dan keadaan ekonomi pelaku tindak pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana, pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban, pemaafan dari korban dan/atau keluarga korban, serta nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Menariknya dalam kasus ini, MAS adalah anak tunggal. Tentunya seorang ibu, sejahat apapun anas, selalu memaafkan. Tetapi, penyidik tetap menekankan dan fokus pada tindak pidana yang dilakukan pelaku walaupun pelaku sudah meminta maaf kepada ibunya. (IR)
Penulis: Darmalingganawati (PK Ahli Madya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan)
What's Your Reaction?






