Bangkit

Bangkit

Jakarta, 17 Agustus 2045

Disaat aku bermimpi dalam tidurku, aku mendengar seseorang yang berusaha membangunkan ku. Ya, dia istriku Siva. Ia berkata kepada ku untuk segera melaksanakan sholat shubuh lalu bergegas untuk mandi, karena hari ini aku harus memimpin upacara 17 Agustus di kantor tempat ku berdinas yaitu Mabes POLRI. Hari ini Indonesia tepat berumur satu abad kemerdekaannya. 100 tahun yang lalu Presiden pertama Indonesia Ir.Soekarno mendeklarasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus di jalan Penggangsaan Timur.

Setelah aku selesai sholat dan mandi aku langsung memakai pakaian dinas ku, lalu istriku berkata bahwa sarapan pagi ini sudah siap dan menyuruhku untuk segera ke ruang makan. Tiba-tiba saja ada orang yang memeluk kaki ku dari belakang. Belum sempat aku menoleh ia sudah berkata “Ayah nanti pulang kerja jangan lupa beli mainan buat aku ya!!!”. Akupun tersenyum lalu mengiyakan permintaannya itu. Dia adalah anak ku satu-satunya. Namanya adalah Pradnya dan umurnya tahun ini menginjak 5 tahun.

Setelah menghabiskan sarapan, akupun pamit untuk segera berangkat ke Kantor yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku. Pagi ini, aku melajukan mobilku dengan santai. Aku bersyukur kepada Allah SWT. karena aku mempunyai kehidupan yang dipenuhi nikmat. Aku membelokan mobil masuk ke arah kantor. Di depan kantor, aku sudah disapa oleh dua kawan kepolisian yang sedang berjaga di pos pengamanan. Aku sengaja memarkirkan mobil, dekat dengan ruangan tempatku bekerja. Akupun turun dari mobil dan segera menuju kearah ruangan. Di tengah perjalanan, aku menyempatkan mampir ke Ruang Tahanan untuk sejenak menyapa para tahanan yang ada disana. Aku berpikir kalau dulu aku juga pernah merasakan apa yang mereka rasakan sekarang. Seketika mataku melihat ada tahanan baru yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Dia masih muda, mungkin umurnya kurang lebih 16 tahun. Aku bertanya kepadanya kenapa ia bisa masuk ke dalam penjara. Ia pun bercerita bahwa ia dilaporkan oleh keluarga pacarnya karena telah menghamili pacarnya dan keluarga pacarnya memilih untuk melaporkan dia ke kantor polisi. Aku pun sejenak terdiam lalu berkata kepadanya, “Kamu harus menerima akibat dari perbuatan kamu. Kamu jangan takut kalau kamu tidak punya masa depan. Kamu masih bisa menentukan masa depanmu sesekeluarnya kamu nanti dari penjara”.

Setelah berbicara seperti itu, aku langsung bergegas ke ruangan tempatku bekerja. Di sana belum ada orang sama sekali. aku pun duduk sambil bergumam dalam hati “Aku mirip dengannya saat aku muda”. Tiba-tiba saja pikiranku tertarik jauh ke masa lalu ku, tepatnya 25 tahun yang lalu.

 

Bangka, 2020

Hari yang spesial bagi rakyat Indonesia sekarang aku rasakan dengan rasa duka. Di saat orang lain merayakan kemerdekaan Indonesia dengan sanak saudara, aku hanya terduduk diam di balik jeruji besi.

Saat ini juga Indonesia sedang di landa Pandemi virus Covid-19 yang membuatku tidak bisa bertemu dengan orang tua ku karena alasan protokol kesehatan. Keadaan sekarang sangat kritis. Rupiah anjlok, harga kebutuhan naik pesat dan juga bertambahnya orang yang meninggal setiap harinya membuat pemerintah kelimpungan. Ya, saat ini aku sedang menjalankan hukuman ku di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Pangkalpinang Provinsi Kep.Bangka Belitung. Aku berada disini karena kesalahanku sendiri dan harus mendekam selama 2 tahun lamanya. Aku harus membuang masa-masa SMA karna kenakalan ku sendiri, dan itu adalah ganjaran yang tepat untuk menebus kesalahan ku. Pikiran negatif selalu terlintas selama aku ada disini. Aku lulus hanya dengan ijazah paket dan juga pandangan orang tentang Lembagaan Pembinaan “sarangnya pelaku Kriminal” membuat mentalku menjadi “down” saat pertama kali aku masuk ke dalam LP ini. Di tambah lagi aku takut kalau aku tidak mempunyai masa depan nantinya.

Tetapi seiring berjalannya waktu aku harus merubah pola pikir. Aku tidak boleh mempunyai masa depan yang suram. Di LPKA ini lah waktunya aku melatih semua bakat ku bermain musik dan juga menulis. LPKA memfasilitasi Anak Didik Pemasyarakan dengan fasilitas yang lengkap. Dari mulai ruang Band sampai perpustakaan. Di sini, aku tidak mau membuang waktu ku selama 2 tahun dengan sia-sia. Aku tidak mau membawa gelas kosong saat nanti keluar dari sini.

Setidaknya apa yang orang pandang mengenai Lembaga Pembinaan itu berbalik 180 derajat dengan apa yang kurasakan sekarang. Pegawai yang ada disini juga baik-baik, tidak seperti yang digambarkan orang bahwa sipir itu sadis-sadis. Bahkan, bila ada waktu mereka bersedia bertukar pikiran denganku. Aku mempunyai prinsip bahwa nanti saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya, Indonesia mempunyai keuntungan biografis, karena nanti yang mengisi Indonesia adalah pemuda-pemuda yang akan merubah Indonesia dari Negara yang berkembang menjadi Negara yang maju. Aku tetap ingat kata kata Bung Karno, “Beri aku seribu orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya,dan beri aku 10 pemuda niscaya akan ku goncangkan dunia”. Dan aku, ya aku, seorang pemuda yang terkurung di Lembaga Pembinaan akan menjadi salah satu dari pemuda itu.

 

Bangka, 2022

Hari berubah menjadi bulan, dan bulan pun berubah menjadi tahun. Tidak berasa aku sudah lebih satu tahun berada di dalam lembaga pemasyarakatan yang membatasi aku dengan ruang dan waktu. Disaat sedang melaksanaan tugas menjadi pandai andikpas, aku diberitahukan apabila tugasku telah selesai, aku diharapkan untuk menuju ke ruang Registrasi. Setelah menyelesaikan tugasku, aku pun langsung bergegas ke ruang Registrasi. Di sana sudah ada bapak I Wayan yang mengurus kebebasan ku. Ia berbicara kepadaku bahwa aku akan mendapatkan pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM RI.

Senyum lebar terlihat jelas di wajahku waktu itu. Bapak I Wayan pun langsung menelpon orang tua ku untuk segera menjemput ku disini. Tak lama kemudian kedua orang tua ku datang menjemputku. Aku pun langsung memeluk mereka berdua. Jujur saja aku sangat rindu pada mereka berdua. Apalagi kemarin aku jarang sekali bertemu dengan kedua orang tua ku, karena pandemik covid-19. Sebelum pulang, aku menemui Balai Pemasyarakatan Pangkalpinang terlebih dahulu untuk melapor.

Di perjalanan pulang, aku membaca sebuah artikel tentang pandemik yang terjadi beberapa tahun yang lalu, berjudul “INDONESIA BANGKIT DARI PANDEMI COVID-19”. Artikel tersebut bertuliskan bahwa Indonesia telah bangkit dari keterpurukan dan tetap maju. Walaupun waktu itu Indonesia dalam keadaan kritis tetapi pemerintah mampu untuk membangun ulang Indonesia. Sekarang infrastruktur Indonesia semakin maju, tidak ada lagi terlihat bekas luka dari kejadian yang menimpa Indonesia beberapa tahun yang lalu. Artikel itu membuat ku termotivasi bahwa aku juga harus bangkit seperti Indonesia. Aku pun bertekad untuk melanjutkan jenjang pendidikan ku dengan mengambil lulusan Diploma di salah satu perguruan tinggi di kota Jakarta.

 

Jakarta, 17 Agustus 2045

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan membuyarkan lamunanku. Aku pun mempersilahkannya untuk masuk ke dalam ruangan. Setelah masuk, ia melapor kepadaku bahwa upacara sebentar lagi akan segera dimulai. Aku pun langsung mengambil baret kepolisian ku dan segera bergegas ke lapangan upacara Markas Besar Polisi Republik Indonesia. Dan ya, disinilah aku sekarang mantan narapidana yang menolak menyerah dan memilih bangkit untuk negeri ini. Memimpin upacara bendera peringatan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya Adriel Tegar Iskandar mantan Narapidana Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Pangkalpinang mengucapkan Dirgahayu Indonesia ku.

 

 

Penulis: Adriel Tegar Iskandar (LPKA Pangkalpinang)

Juara I Lomba Cerpen Piala Menteri Hukum dan HAM RI dalam rangka HUT Ke-75 RI (Kategori Anak)

 

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
1
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0