Perlu Ditegaskan Kewajiban Penegak Hukum Titip Barang ke Rupbasan

Jakarta - Berbagai barang sitaan dan rampasan dari kejahatan harusnya dititipkan ke Rumah Penitipan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) di bawah Kemenkum HAM. Barang itu mempunyai nilai miliaran rupiah dan sangat penting bagi pembuktian di pengadilan. Tapi anehnya, yang bertanggung jawab menjaganya Eselon IV atau hanya selevel lurah. Hal ini membuat perwakilan dari Institute Criminal Justice System (ICJR) Anggara, terkejut dan melongo. Dengan jabatan selevel lurah itu, Kepala Rupbasan secara mental tidak akan mampu berhadapan jika yang datang adalah selevel Kapolres atau selevel Kajati. Apalagi, barang titipan itu mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. "Ke depan, harus dibuat Dirjen tersendiri," kata Anggara, Jumat (15/4/2016). Seperti terlihat di Rupbasan Jakarta, barang yang dititipkan dari mobil Alphard, BMW, Mercedes-Benz, Audi hingga truk molen. Barang-barang bendas bergerak itu merupakan harta hasil sitaan dan rampasan hasil tindak pidana korupsi. Dal

Perlu Ditegaskan Kewajiban Penegak Hukum Titip Barang ke Rupbasan
Jakarta - Berbagai barang sitaan dan rampasan dari kejahatan harusnya dititipkan ke Rumah Penitipan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) di bawah Kemenkum HAM. Barang itu mempunyai nilai miliaran rupiah dan sangat penting bagi pembuktian di pengadilan. Tapi anehnya, yang bertanggung jawab menjaganya Eselon IV atau hanya selevel lurah. Hal ini membuat perwakilan dari Institute Criminal Justice System (ICJR) Anggara, terkejut dan melongo. Dengan jabatan selevel lurah itu, Kepala Rupbasan secara mental tidak akan mampu berhadapan jika yang datang adalah selevel Kapolres atau selevel Kajati. Apalagi, barang titipan itu mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. "Ke depan, harus dibuat Dirjen tersendiri," kata Anggara, Jumat (15/4/2016). Seperti terlihat di Rupbasan Jakarta, barang yang dititipkan dari mobil Alphard, BMW, Mercedes-Benz, Audi hingga truk molen. Barang-barang bendas bergerak itu merupakan harta hasil sitaan dan rampasan hasil tindak pidana korupsi. Dalam sistem peradilan pidana, setiap penyidikan akan menangani dua hal yaitu orang dan barang bukti. Untuk orang, aparat penegak hukum menitipkan ke rumah tahanan negara (rutan) sedangkan untuk barangnya dititipkan ke Rupbasan. Tapi aturan ini dibiarkan 30 tahun lebih tidak dilanjuti sehingga banyak barang titipan itu tetap di tangan penyidik. "Masalah ini juga seharusnya masuk dalam konsep RUU KUHAP," papar Anggara. Keterkejutan ini juga diutarakan oleh ahli hukum Yenti Garnasih. Dengan jabatan Eselon IV atau setaraf lurah, Kepala Rupbasan tidak mempunyai mental untuk menolak apabila yang meminta barang sitaan itu adalah penyidik yang pangkatnya lebih tinggi. Yenti mengusulkan Kepala Rupbasan dinaikkan eselonnya menjadi Eselon II atau minimal Eselon III. "Masak kepala Rupbasan Eselon IV dengan tugas menahan barang seperti itu. Dia harus menahan tekanan, cobaan, godaan. Cobalah kita berfikir," ujar Yenti. Sementara itu, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijaka (PSHK) Miko Ginting, menyatakan pelibatan Rupbasan mesti diletakkan dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu. Dengan demikian, keberadaan Rupbasan seharusnya tidak hanya menjadi tempat penitipan. Konsekuensi dari meletakkan Rupbasan dalam rangkaian sistem peradilan pidana terpadu adalah pelibatan aktif Rupbasan mulai dari awal proses terkait benda sitaan, yaitu upaya paksa penyitaan. "Dalam pengaturan lebih rinci, perlu ditegaskan dalam bahwa ketika Ketua Pengadilan Negeri memberikan izin penyitaan, maka saat itu pula ditembuskan kepada Kepala Rupbasan. Begitu juga dengan posisi Rupbasan dalam melakukan monitoring. Bahwa pada setiap perkembangan berkas perkara yang terkait dengan benda sitaan wajib diberitahukan kepada Kepala Rupbasan," papar Miko. Menurut Miko, langkah koordinasi juga perlu dibangun bersama dengan Kementerian Keuangan seperti mekanisme lelang barang rampasan yang dibuat mudah. "Selain itu, penegasan terhadap kewajiban penegak hukum untuk menyimpan benda sitaan di Rupbasan harus tetap dioptimalkan," cetus Miko. Berbagai pemikiran tersebut disampaikan kepada Dirjen Pemasyarakatan I Wayan K Dusak dan Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Prof Widodo Eka Tjahjana, Kamis (14/4) kemarin. Ikut memberikan pandangan dalam Focus Group Discussion itu akademisi Universitas Andalas, Lucky Raspati, guru besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Adji Samekto dan guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Hartiningsih.(asp/try) Sumber : detik.com

What's Your Reaction?

like
1
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0