Setop Labelling Narapidana

Setop Labelling Narapidana

Seseorang yang telah bebas dan menjadi mantan narapidana seusai menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) maupun Rumah Tahanan Negara (rutan) cenderung memperoleh label atau cap yang berkonotasi buruk dari masyarakat di lingkungan sekitarnya. Hal ini merupakan reaksi masyarakat atas perbuatan pidana yang telah ia lakukan dahulu. Tentu pemberian label atau cap buruk tersebut mendatangkan beban batin bagi diri mantan narapidana serta keluarganya.

Dalam Ilmu Kriminologi, pemberian cap atau label dikenal dengan teori labelling. Labelling dalam konteks ini adalah pemberian label sebagai akibat dari reaksi masyarakat terhadap mantan narapidana. Efek labelling mempengaruhi seseorang yang terkena label/cap, yang dapat menjadi faktor penghalang terwujudnya tujuan pembinaan dan reintegrasi sosial antara narapidana dengan masyarakat. Padahal sejatinya masyarakat memegang peranan penting dalam hal proses kembalinya narapidana ke tengah-tengah lingkungan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakat. Namun hal ini kontradiktif dengan temuan di lapangan, bahwa masih banyak ditemui masyarakat yang memberikan cap buruk terhadap mantan narapidana.

Petugas pemasyarakatan perlu akses untuk “blusukan” ke tengah-tengah masyarakat, semata-mata untuk mengedukasi masyarakat bahwa keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat memang sangat diperlukan. Keterlibatan pihak-pihak ini memainkan peranan yang penting ketika mantan narapidana kembali ke tengah masyarakat agar mereka dapat menjalankan proses reintegrasi sosial secara komprehensif dan holistis.

Dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyebutkan 4 peran masyarakat  dalam proses penghukuman  dan pembinaan narapidana yang dikemukakan oleh  OLeary  (1969)  dalam  tulisannya  “Some Directions for Citizen Involvement in Corrections”, antara lain:

  1. Sebagai the correctional volunteer, yaitu  masyarakat yang secara langsung bekerja bagi para narapidana;
  2. Sebagai the social persuader, yaitu orang yang memiliki pengaruh di sistem sosial yang berkeinginan mengajak orang lain untuk memberi dukungan pada penjara;
  3. Sebagai the gate-keepers of opportunities, para petugas penjara memiliki akses untuk memasuki institusi-institusi politik, ekonomi, sosial dan budaya yang penting. Oleh karena itu, orang inilah yang akan menjadi gate keeper dalam memasuki institusi-institusi tersebut.
  4. Sebagai the intimates, dapat berasal dari narapidana maupun dari lingkungan yang mengetahui benar kondisi narapidana.

Pemberian label atau cap yang buruk sebenarnya dilarang dalam agama. Setiap orang perlu merenung, membayangkan bahwa siapapun tidak berhak memberikan label atau cap buruk kepada orang lain, yang dalam hal ini adalah narapidana, hanya karena kesalahan yang pernah ia lakukan dahulu. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 11:

يأيحا الذين ءامنوا لايسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم ولا نساء من النساء عسى أن يكون خيرا منهن. ولا تلمزوا أنفسكم ولا تنا بزوا بالألقب بئس الإسم الفسوق بعد الإيمان. ومن لم يتب فأولئك هم الظلمون

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain; boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olokkan kepada wanita lain, karena boleh jadi (yang diperolok-olokkan itu) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan lah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan lah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan nama yang fasik sesudah iman; dan barangsiapa yang tiada taubat, maka itulah orang-orang yang aniaya,”.

Pemberian label atau cap yang buruk selayaknya tidak pantas dilakukan sebab memperolok-olokkan, mengejek dan memandang rendah orang lain, tidak lain adalah karena merasa bahwa diri sendiri lebih baik. Padahal orang yang memperolok itulah yang serba kekurangan. Segala manusia pun harus mengerti bahwa dalam dirinya sendiri terdapat segala macam kekurangan, kealpaan dan kesalahan.

Seyogianya, masyarakat harus berperan dalam membantu menghilangkan  stigma  yang  telah  diterima terpidana, bukan menambah bebannya dengan memberikan label atau cap buruk terhadapnya. Peran masyarakat harus ekuivalen dengan tujuan pembinaan itu sendiri dan selaras dengan tuntutan agama agar senantiasa mengajak kepada yang makruf dan menjauhi dari yang munkar. Allah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 104:

والتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر. وألئك هم المفلهون

Hendaklah ada di antara kamu satu golongan yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat yang makruf dan melarang perbuatan munkar. Dan mereka itu, ialah orang-orang yang beroleh kemenangan,".

Masyarakat yang mempunyai kesadaran beragama yang tinggi senantiasa bekerja keras menggerakkan orang lain (narapidana) kepada yang makruf dan menjauhi dari yang munkar. Ini dapat memunculkan rasa pada diri narapidana agar selalu berada dalam ketaatan beragama dan patuh hukum, sehingga tidak ada lagi tindak pidana dan pengulangan pelanggaran hukum lainnya yang dilarang oleh Undang-Undang dan syariat agama.

 

Penulis: Insanul Hakim Ifra, Rutan Depok

What's Your Reaction?

like
13
dislike
0
love
3
funny
0
angry
1
sad
0
wow
1