Didesain Mirip Asrama Sekolah, ABH Dididik Layaknya Pelajar

Kendari - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM) berusaha mengubah mindset masyarakat terkait anak yang bermasalah hukum. Tak ada lagi sebutan tahanan anak atau narapidana anak, termasuk istilah tersangka dan terdakwa tidak lagi digunakan, namun mereka dinamakan Anak Bermasalah Hukum (ABH). Mereka yang masuk dalam daftar itu, hanya usia 17 tahun ke bawah. Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II B Kendari baru saja diresmikan oleh Kepala Kanwil Kemenkum dan HAM Sultra, Ilham Djaya, kemarin. Lembaga ini akan menangani anak-anak usia 17 tahun ke bawah yang memiliki masalah hukum. LPKA tidak lagi mengadopsi aroma Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan). Apalagi nuansa penjara yang terkesan kejam dan menakutkan seperti dulu-dulu. LPKA didesain seperti asrama sekolah. Bangunan dan dinding lembaga tersebut diformat layaknya lingkungan sekolah. Anak binaannya pun tak lagi menggunakan seragam tahanan. Petugas lembaga juga tida

Didesain Mirip Asrama Sekolah, ABH Dididik Layaknya Pelajar
Kendari - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM) berusaha mengubah mindset masyarakat terkait anak yang bermasalah hukum. Tak ada lagi sebutan tahanan anak atau narapidana anak, termasuk istilah tersangka dan terdakwa tidak lagi digunakan, namun mereka dinamakan Anak Bermasalah Hukum (ABH). Mereka yang masuk dalam daftar itu, hanya usia 17 tahun ke bawah. Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II B Kendari baru saja diresmikan oleh Kepala Kanwil Kemenkum dan HAM Sultra, Ilham Djaya, kemarin. Lembaga ini akan menangani anak-anak usia 17 tahun ke bawah yang memiliki masalah hukum. LPKA tidak lagi mengadopsi aroma Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan). Apalagi nuansa penjara yang terkesan kejam dan menakutkan seperti dulu-dulu. LPKA didesain seperti asrama sekolah. Bangunan dan dinding lembaga tersebut diformat layaknya lingkungan sekolah. Anak binaannya pun tak lagi menggunakan seragam tahanan. Petugas lembaga juga tidak menggunakan seragam yang mirip di Lapas dan Rutan, lengkap dengan pangkat-pangkatnya. Semua anak bermasalah hukum yang telah inkrah putusannya akan dibina di lembaga tersebut. LPKA Kendari saat ini memiliki 4 orang anak binaan. Mereka terjerat hukum karena kasus pencurian dan asusila. Kini mereka dibina agar psikisnya tetap terjaga dan bisa dibimbing ke arah yang lebih baik jika telah menjalani masa hukumannya. Suasana lembaga disulap mirip asrama dengan tembok yang lebih berwarna. Dipenuhi gambar-gambar yang edukatif. Ruangannya cukup bersih. Fasilitasnya pun cukup memadai. Ada ranjang dengan kasur empuk, kipas angin dan TV juga tak ketinggalan. Untuk pelayanannya, para petugas tak tampil dengan pangkat dibahu sebagaimana umumnya. Adanya, hanyalah petugas rapi dengan sebuah dasi, bak sesosok guru. Mereka pun ramah dengan tutur kata yang santun. Penghuni LPKA tidak lagi memikul beban status sebagai Napi. Tetapi sebagai Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas). Empat orang Andikpas yang ada LPKA Kendari sebelumnya adalah ABH yang berada di Lapas, khusus blok anak. Kendari Pos, berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan salah seorang Andikpas. Remaja berinisial As itu pun mengurai kisah, bagaimana ia menjalani masa hukuman mulai dari Rutan, Lapas blok anak hingga ke tempatnya saat ini, LPKA. Ia mengungkapkan, dirinya masuk Rutan tanggal 21 April 2015. Selama tiga hari berada di tempat itu, ia mengaku sangat tidak kerasan. Ia harus bercampur dengan tahanan dewasa dengan berbagai latar belakang kasus. Katanya, dalam satu kamar tahanan, jumlahnya bisa sampai 50 orang. Jadi untuk tidur tidak begitu bebas. Belum lagi alas untuk tidur yang hanya memakai tikar. “Kadang ada gesekan sesama tahanan. Kalau sudah seperti itu biasanya ribut dan hampir berkelahi,” katanya mengurai pengalaman. Pada tanggal 24 April, remaja 17 tahun itu kemudian dipindahkan ke Lapas kelas II A Kendari. Saat pindah, kebetulan baru saja diresmikan blok khusus anak, sehingga ia langsung ditempatkan di ruang khusus anak. Namun dalam melakoni aktivitas di Lapas, tahanan anak dan tahanan dewasa berbaur. Kondisi Lapas blok anak, kata As lebih baik dari pada di Rutan. Setidaknya ia bisa menghabiskan waktu malam dengan tidak berdesak-desakan. Makanannya pun terjamin. Pelayanan petugas cukup ramah. Dirinya tidak pernah mendapat bentakan dari petugas. Hanya saja ia mengaku sering merasa terganggu dengan suara gesekan grendel besi saat petugas hendak membuka pintu. “Bunyinya itu kadang bikin kaget. Dan rasanya juga lain-lain,” tuturnya. Selama di Lembaga Pemasyarakatan, As mengaku banyak mengambil hikmah hidup. Di sana, ia sudah belajar salat, meski kadang masih putus-putus. Ia juga belajar mengaji. Waktu senggang ia manfaatkan untuk baca buku, olahraga dan aktivitas bermanfaat lainnya, seperti curhat sesama warga binaan. “Selama di Lapas kadang kami suka merenung. Mengingat keluarga dan teman-teman. Rasanya kalau sudah mengigat itu, ada rasa menyesal. Makanya yang coba dilakukan saat ini hanyalah menjalani kewajiban di sini, sambil terus memperbaiki diri,” jelasnya. Ketika keluar dari tahanan, ia bertekad akan melanjutkan sekolah yang sempat terputus. Ia juga akan menceritakan pengalamannya kepada teman-temannya. “Pengalaman di sini akan saya ceritakan, agar ke depannya tidak ada yang melakukan hal yang sama,” terangnya. Lalu bagaimana tanggapan As terhadap LPKA? As berterima kasih kepada pemerintah, karena telah dibuatkan tempat yang lebih baik untuk mereka. “Di sini ada kipas angin dan TV, jadi tidak akan mudah bosan. Tempatnya juga sangat baik,” pujinya.(*/b) Sumber : kendaripos.co.id

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0